Wednesday, October 12, 2011

"yang haram selamanya tak akan menjadi halal"

Penggalan kisah ini sebenarnya hanya sebagian saja dari kemuliaan akhlak Rabi’ah al-Adawiyah, seorang sufi legendaris.

Suatu ketika, Rabiah al-Adawiyah makan bersama dengan keluarganya.

Sebelum menyantap hidangan makanan yang tersedia, Rabi’ah memandang

ayahnya seraya berkata, “Ayah,° °∙·°yang haram selamanya tak akan menjadi

halal°·∙. Apalagi karena ayah merasa berkewajiban memberi nafkah kepada

kami.” Ayah dan ibunya terperanjat mendengar kata-kata Rabi’ah. Makanan

yang sudah di mulut akhirnya tak jadi dimakan. Ia pandang Rabi’ah

dengan pancaran sinar mata yang lembut, penuh kasih. Sambil tersenyum,

si ayah lalu berkata, “Rabi’ah, bagaimana pendapatmu, jika tidak ada

lagi yang bisa kita peroleh kecuali barang yang haram?” Rabi’ah

menjawab: “Biar saja kita menahan lapar di dunia, ini lebih baik

daripada kita menahannya kelak di akhirat dalam api neraka.” Ayahnya

tentu saja sangat heran mendengar jawaban Rabi’ah, karena jawaban

seperti itu hanya didengarnya di majelis-majelis yang dihadiri oleh

para sufi atau orang-orang saleh. Tidak terpikir oleh ayahnya, bahwa

Rabi’ah yang masih muda itu telah memperlihatkan kematangan pikiran dan

memiliki akhlak yang tinggi (Abdul Mu’in Qandil).

Ka'bah Vs Hati Wali

Oleh: Abdul Aziz Sukarnawadi, Lc. Dipl.


Diriwayatkan oleh Syaikh Syamsuddin at-Tabrizi bahwa suatu hari ketika Syaikh Abu Yazid al-Busthami sedang dalam perjalanan menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji, beliau mengunjungi seorang sufi di Bashrah. Secara langsung dan tanpa basa-basi, sufi itu menyambut kedatangan beliau dengan sebuah pertanyaan: "Apa yang anda inginkan hai Abu Yazid?".


Syaikh Abu Yazid pun segera menjelaskan: "Aku hanya mampir sejenak, karena aku ingin menunaikan ibadah haji ke Makkah".


"Cukupkah bekalmu untuk perjalanan ini?" tanya sang sufi.


"Cukup" jawab Syaikh Abu Yazid.


"Ada berapa?" sang sufi bertanya lagi.


"200 dirham" jawab Syaikh Abu Yazid.


Sang sufi itu kemudian dengan serius menyarankan kepada Syaikh Abu Yazid: "Berikan saja uang itu kepadaku, dan bertawaflah di sekeliling hatiku sebanyak tujuh kali".


Ternyata Syaikh Abu Yazid masih saja tenang, bahkan patuh dan menyerahkan 200 dirham itu kepada sang sufi tanpa ada rasa ragu sedikitpun. Selanjutnya sang sufi itu mengungkapkan: "Wahai Abu Yazid, hatiku adalah rumah Allah, dan ka'bah juga rumah Allah. Hanya saja perbedaan antara ka'bah dan hatiku adalah, bahwasanya Allah tidak pernah memasuki ka'bah semenjak didirikannya, sedangkan Ia tidak pernah keluar dari hatiku sejak dibangun oleh-Nya".


Syaikh Abu Yazid hanya menundukkan kepala, dan sang sufi itupun mengembalikan uang itu kepada beliau dan berkata: "Sudahlah, lanjutkan saja perjalanan muliamu menuju ka'bah" perintahnya.


Syaikh Abu Yazid al-Busthami adalah seorang wali super agung yang sangat tidak asing lagi di hati para penimba ilmu tasawuf, khususnya tasawuf falsafi. Beliau wafat sekitar tahun 261 H. Sedangkan Syaikh Syamsuddin at-Tabrizi (yang meriwayatkan kisah di atas) adalah juga seorang wali besar (wafat tahun 645 H.) yang telah banyak menganugerahkan inspirasi dan motivasi spiritual kepada seorang wali hebat sekaliber Syaikh Jalaluddin ar-Rumi, penggagas Tarekat Maulawiyah (wafat tahun 672 H.).


Namun siapakah sang sufi itu?. Nampaknya, kewalian yang ia miliki jauh lebih tinggi dari ketiga imam ternama di atas. Siapakah gerangan ia...?!?


Copyright @ faloodeez Sadewo

"ibadah 500 tahun tidak sebanding dengan 1 nikmat yg Alloh SWT karuniakan"

Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhu berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menuju kami, lalu bersabda, 'Baru saja kekasihku Malaikat Jibril keluar dariku dia me...mberitahu, 'Wahai Muhammad, Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran. Sesungguhnya Allah memiliki seorang ...hamba di antara sekian banyak hambaNya yang melakukan ibadah kepadaNya selama 500 tahun, ia hidup di puncak gunung yang berada di tengah laut. Lebarnya 30 hasta dan panjangnya 30 hasta juga. Sedangkan jarak lautan tersebut dari masing-masing arah mata angin sepanjang 4000 farsakh. Allah mengeluarkan mata air di puncak gunung itu hanya seukuran jari, airnya sangat segar mengalir sedikit demi sedikit, hingga menggenang di bawah kaki gunung.

Allah juga menumbuhkan pohon delima, yang setiap malam mengeluarkan satu buah delima matang untuk dimakan pada siang hari. Jika hari menjelang petang, hamba itu turun ke bawah mengambil air wudhu’ sambil memetik buah delima untuk dimakan. Kemudian mengerjakan shalat. Ia berdoa kepada Allah Ta’ala jika waktu ajal tiba agar ia diwafatkan dalam keadaan bersujud, dan mohon agar jangan sampai jasadnya rusak dimakan tanah atau lainnya sehingga ia dibangkitkan dalam keadaan bersujud juga.

Demikianlah kami dapati, jika kami lewat dihadapannya ketika kami menuruni dan mendaki gunung tersebut.

Selanjutnya, ketika dia dibangkitkan pada hari kiamat ia dihadapkan di depan Allah Ta’ala, lalu Allah berfirman, 'Masukkanlah hambaKu ini ke dalam Surga karena rahmatKu.' Hamba itu membantah, 'Ya Rabbi, aku masuk Surga karena perbuatanku.'

Allah Ta’ala berfirman, 'Masukkanlah hambaKu ini ke dalam Surga karena rahmatKu.' Hamba tersebut membantah lagi, 'Ya Rabbi, masukkan aku ke surga karena amalku.'

Kemudian Allah Ta’ala memerintah para malaikat, 'Cobalah kalian timbang, lebih berat mana antara kenikmatan yang Aku berikan kepadanya dengan amal perbuatannya.'

Maka ia dapati bahwa kenikmatan penglihatan yang dimilikinya lebih berat dibanding dengan ibadahnya selama 500 tahun, belum lagi kenikmatan anggota tubuh yang lain. Allah Ta’ala berfirman, 'Sekarang masukkanlah hambaKu ini ke Neraka!'

Kemudian ia diseret ke dalam api Neraka. Hamba itu lalu berkata, 'Ya Rabbi, benar aku masuk Surga hanya karena rahmat-Mu, masukkanlah aku ke dalam SurgaMu.'

Allah Ta’ala berfirman, 'Kembalikanlah ia.'

Kemudian ia dihadapkan lagi di depan Allah Ta’ala, Allah Ta’ala bertanya kepadanya, 'Wahai hambaKu, Siapakah yang menciptakanmu ketika kamu belum menjadi apa-apa?'Hamba tersebut menjawab, 'Engkau, wahai Tuhanku.'

Allah bertanya lagi, 'Yang demikian itu karena keinginanmu sendiri atau berkat rahmatKu?'Dia menjawab, 'Semata-mata karena rahmatMu.'

Allah bertanya, 'Siapakah yang memberi kekuatan kepadamu sehingga kamu mampu mengerjakan ibadah selama 500 tahun?'Dia menjawab, 'Engkau Ya Rabbi.'

Allah bertanya, 'Siapakah yang menempatkanmu berada di gunung dikelilingi ombak laut, kemudian mengalirkan untukmu air segar di tengah-tengah laut yang airnya asin, lalu setiap malam memberimu buah delima yang seharusnya berbuah hanya satu tahun sekali? Di samping itu semua, kamu mohon kepadaKu agar Aku mencabut nyawamu ketika kamu bersujud, dan aku telah memenuhi permintaanmu!?'Hamba itu menjawab, 'Engkau ya Rabbi.'

Allah Ta’ala berfirman, 'Itu semua berkat rahmatKu. Dan hanya dengan rahmatKu pula Aku memasukkanmu ke dalam Surga. Sekarang masukkanlah hambaKu ini ke dalam Surga! HambaKu yang paling banyak memperoleh kenikmatan adalah kamu wahai hambaKu.' Kemudian Allah Ta’ala memasukkanya ke dalam Surga."

Jibril ‘Alaihis Salam melanjutkan, "Wahai Muhammad, sesungguhnya segala sesuatu itu terjadi hanya berkat Rahmat Allah Ta’ala." (HR. Al-Hakim, 4/250.)

Teka-Teki Imam Al-Ghozaly

Wahai saudaraku renungkan pesan dari Imam Al-Ghazali ketika berkumpul dengan murid-muridnya dan kemudian beliau memberikan pertanyaan teka-teki…

Imam Ghazali : “Apakah yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?”

Murid 1 : Orang tua

Murid 2 : Guru

Murid 3 : Teman

Imam Ghazali : Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita ialah MATI. Sebab itu adalah janji Allah SWT bahwa setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati (Surah Ali-Imran : 185).

Imam Ghazali : “Apa yang paling jauh dari kita di dunia ini?”

Murid 1 : Negeri Cina

Murid 2 : Bulan

Murid 3 : Matahari

Iman Ghazali : Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling benar adalah MASA LALU. Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak akan dapat kembali ke masa yang lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini, hari esok dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.


Imam Ghazali : “Apa yang paling besar di dunia ini?”

Murid 1 : Gunung

Murid 2 : Matahari

Murid 3 : BumiI

Imam Ghazali : Semua jawaban itu benar, tapi yang besar sekali adalah HAWA NAFSU (Surah Al A’raf : 179).“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah SWT) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah SWT), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah SWT). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. Imam Ghazali : “Apa yang paling berat di dunia?”

Murid 1 : Baja

Murid 2 : Besi

Murid 3 : Gajah

Imam Ghazali : Semua itu benar, tapi yang paling berat adalah MEMEGANG AMANAH (Surah Al-Azab : 72).

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat[*] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”.

[*]: Yang dimaksud dengan amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaan.

Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allad SWT meminta mereka menjadi khalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya berebut-rebut menyanggupi permintaan Allah SWT sehingga banyak manusia masuk ke neraka karena gagal memegang amanah.

Imam Ghazali : “Apa yang paling ringan di dunia ini?”

Murid 1 : Kapas

Murid 2 : Angin

Murid 3 : Debu

Imam Ghazali : Semua jawaban kamu itu benar, tapi yang paling ringan sekali di dunia ini adalah MENINGGALKAN SHOLAT. Gara-gara pekerjaan kita atau urusan dunia, kita tinggalkan sholat.


Imam Ghazali : “Apa yang paling tajam sekali di dunia ini?”

Murid-murid dengan serentak menjawab : Pedang

Imam Ghazali : Itu benar, tapi yang paling tajam sekali didunia ini adalah LIDAH MANUSIA. Karena melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.

SURAT DARI SUAMI YANG KELUAR DI JALAN ALLAH ( Khuruj fi sabilillah)

Wahai isteriku
Hari ini aku pergi
meninggalkan mu
meninggalkan anak-anak kita
Dan meninggalkan rumah kita yang penuh kenamgan

Hari ini aku pergi
karena perintah daru Dzat
Yang telah menancapkan getaran di hatiku
Ketika aku menatapmu
Disaat malam pertama kita

Hari ini aku pergi
Untuk menyenangkan hati seseorang
Yang telah korbankan hidupnya
Untuk kebahagiaan kita hari ini
Sehingga kau dan aku berjumpa
Dalam keadaan Islam

Hari ini aku pergi
Untuk menghapuskan luka
Saiyyidul Ambiaya Muhammad SAW
Karena lautan maksiat
Yang telah dibuat
Orang yang mengaku sebagai ummatnya

Jadi....Wahai isteriku
Aku pergi tinggalkan kamu
Untuk datang kepada Dzat
Yang memiliki hati kamu
Hingga bersemi cinta diantara kita

Aku pergi tinggalkan kamu...
Bukan karena aku tak menyayangimu
Sejak aku menjadi suamimu
Hatiku......
Tak pernah sedikitpun kehilangan cinta untukmu

Tetapi ada mata yang tak pernah mengantuk
Mengawasi cinta kita
Ada tangan yang akan pukul kita
Ketika cinta kita melebihi cinta kepadaNya

Manakala aku melupakannya
Karena sibuk mengurusimu
Kerugian dmi kerugian akan datang
Dalam kehidupan rumahtangga kita

Jika esok.....
Ketika kau terbangun dari tidurmu
Kau tak dapati aku disisimu
Maka cepatlah bertasbih!!!
Alhamdulillah...Kenapa?
Bukankah Ummul Mukminin Aisyah Rha
Ketika merasa senang
Karena hidup bersama kekasih Allah

Maka Rasul SAW sabdakan:
"Bahawa orang yang paling bahagia
adalah orang yang suaminya keluar
di jalan Allah...Karena dia bukan hidup
dengan kekasih Allah....tetapi hidup
bersama Allah SWT"

Jika esok....
Ketika melihat kamar kita sepi
Tak ada canda ceria seperti hari sebelumnya
Maka ...bayangkan olehmu
Bagaimana rumah sahabiah?
Suami mereka selalu pergi bawa pedang
Terkadang tak ada khabar
Yang ada hanya kubur

Tetapi mereka tetap katakan
Biarlah rumah kami sepi
Asalkan rumah-rumah diseluruh alam
Penuh dengan Nur Iman

Jika esok ...
Tak ada tangan
Yang memberi suapan ketika kau makan
Seperti yang biasa ku akukan kepada mu
Yakinlah wahai isteriku ..
Allah SWT akan beri suapan padamu
Hidangan yang memiliki 70 rasa di Jannah
Yang tak akan jadi kotoran yang jijik
Mengeluarkan keringat melebihi kasturi

Ketahuiah isteriku...
Bahawa makanan di dunia
Mengandungi racun yang jadi penyakit
Jika tak di buang hajat

Jika esok.....
Musibah, ujian dan sejuta masalah
Datang dalam kehidupanmu tanpaku
Lihatlah kepada hatimu.............
Kemana kamu berlari?
Saat itu Allah ingin melihat iman kamu
Yang hari-hari bergantung kepadaku.

Kini Jika kau berwudhuk,
Dirikan solat.........
Adukan urusan mu kepada Rabb mu
Kau akan bahagia di dunia yang sementara
Dan akhirat yang kekal selama-lamanya.

By:Abu Aviroh Abidah Abu Navisah

Renungi Dengan Hati Yang Ikhlas
“InsyAllah”

Tasawuf

SUNAN KALIJAGA

Wejangan Kanjeng Sunan Kalijogo marang Kyai Ageng Bayat Semarang (Sekar Macapat – kanthi Tembang Dandang Gulo).

Urip iku neng ndonya tan lami. (hidup didunia tak selamanya)
Umpamane jebeng menyang pasar.( seumpama kita pergi ke pasar)
Tan langgeng neng pasar bae.(tidak selamanya dipasar saja)
Tan wurung nuli mantuk.(tidak akan batal untuk pulang)
Mring wismane sangkane uni.(kerumah asalnya dulu)
Ing mengko aja samar.(jangan meragukan)
Sangkan paranipun.(asal usul nya)
Ing mengko podo weruha.( nanti semua orang akan tahu)
Yen asale sangkan paran duk ing nguni.(kalau asalnya dari rumah yang dulu)
Aja nganti kesasar.(jangan sampai tersesat)
Yen kongsiho sasar jeroning pati.(apalagi jika tersesat dalam hidup sebelum mati)
Dadya tiwas uripe kesasar.(maka akan sia- sia hidup jika harus tersesat)
Tanpa pencokan sukmane.(tanpa jiwa)
Separan-paran nglangut.(pergi kemana-mana)
Kadya mega katut ing angin.(seperti mega terbawa angin)
Wekasan dadi udan.(akhirnya jadi hujan)
Mulih marang banyu.(pulang kepada air)
Dadi bali muting wadag.(jadi kembali keasalnya)
Ing wajibe sukma tan kena ing pati(karena jiwa tidak akan pernah mati)
Langgeng donya akherat.(kekal abadi dunia akherat)

Belajar dari Wejangan Nabi Khiddir pada Sunan Kalijaga
Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari pengalaman hidup, baik itu pengalaman hidup pribadi maupun orang lain. Orang Jawa menyebut belajar pada pengalaman orang lain itu sebagai "kaca benggala". Nah, kini kita belajar pada pengalaman dari Kanjeng Sunan Kalijaga.

Ketika itu, Kanjeng Sunan Kalijaga yang juga dijuluki Syech Malaka berniat hendak pergi ke Mekkah. Tetapi, niatnya itu akhirnya dihadang Nabi Khidir. Nabi Khidir berpesan hendaknya Kanjeng Sunan Kalijaga mengurungkan niatnya untuk pergi ke Mekkah, sebab ada hal yang lebih penting untuk dilakukan yakni kembali ke pulau Jawa. Kalau tidak, maka penduduk pulau Jawa akan kembali kafir.

Bagaimana wejangan dari Nabi Khidir pada Kanjeng Sunan Kalijaga? Hal itu tercetus lewat Suluk Linglung Sunan Kalijaga. Inilah kutipan wejangannya:

Birahi ananireku,
aranira Allah jati.
Tanana kalih tetiga,
sapa wruha yen wus dadi,
ingsun weruh pesti nora,
ngarani namanireki

Timbulah hasrat kehendak Allah menjadikan terwujudnya dirimu; dengan adanya wujud dirimu menunjukkan akan adanya Allah dengan sesungguhnya; Allah itu tidak mungkin ada dua apalagi tiga. Siapa yang mengetahui asal muasal kejadian dirinya, saya berani memastikan bahwa orang itu tidak akan membanggakan dirinya sendiri.

Sipat jamal ta puniku,
ingkang kinen angarani,
pepakane ana ika,
akon ngarani puniki,
iya Allah angandika,
mring Muhammad kang kekasih.

Ada pun sifat jamal (sifat terpuji/bagus) itu ialah, sifat yang selalu berusaha menyebutkan, bahwa pada dasarnya adanya dirinya, karena ada yang mewujudkan adanya. Demikianlah yang difirmankan Allah kepada Nabi Muhammad yang menjadi Kekasih-Nya

Yen tanana sira iku,
ingsun tanana ngarani,
mung sira ngarani ing wang,
dene tunggal lan sireki iya Ingsun iya sira,
aranira aran mami

Kalau tidak ada dirimu, Allah tidak dikenal/disebut-sebut; Hanya dengan sebab ada kamulah yang menyebutkan keberadaan-Ku; Sehingga kelihatan seolah-olah satu dengan dirimu. Adanya AKU, Allah, menjadikan dirimu. Wujudmu menunjukkan adanya Dzatku

Tauhid hidayat sireku,
tunggal lawan Sang Hyang Widhi,
tunggal sira lawan Allah,
uga donya uga akhir,
ya rumangsana pangeran,
ya Allah ana nireki.

Tauhid hidayah yang sudah ada padamu, menyatu dengan Tuhan. Menyatu dengan Allah, baik di dunia maupun di akherat. Dan kamu merasa bahwa Allah itu ada dalam dirimu

Ruh idhofi neng sireku,
makrifat ya den arani,
uripe ingaranan Syahdat,
urip tunggil jroning urip sujud rukuk pangasonya,
rukuk pamore Hyang Widhi

Ruh idhofi ada dalam dirimu. Makrifat sebutannya. Hidupnya disebut Syahadat (kesaksian), hidup tunggal dalam hidup. Sujud rukuk sebagai penghiasnya. Rukuk berarti dekat dengan Tuhan pilihan.

Sekarat tananamu nyamur,
ja melu yen sira wedi,
lan ja melu-melu Allah,
iku aran sakaratil,
ruh idhofi mati tannana,
urip mati mati urip.

Penderitaan yang selalu menyertai menjelang ajal (sekarat) tidak terjadi padamu. Jangan takut menghadapi sakratulmaut, dan jangan ikut-ikutan takut menjelang pertemuanmu dengan Allah. Perasaan takut itulah yang disebut dengan sekarat. Ruh idhofi tak akan mati; Hidup mati, mati hidup

Liring mati sajroning ngahurip,
iya urip sajtoning pejah,
urip bae selawase,
kang mati nepsu iku,
badan dhohir ingkang nglakoni,
katampan badan kang nyata,
pamore sawujud, pagene ngrasa matiya,
Syekh Malaya (S.Kalijaga) den padhang sira nampani,
Wahyu prapta nugraha.

mati di dalam kehidupan. Atau sama dengan hidup dalam kematian. Ialah hidup abadi. Yang mati itu nafsunya. Lahiriah badan yang menjalani mati. Tertimpa pada jasad yang sebenarnya. Kenyataannya satu wujud. Raga sirna, sukma mukhsa. Jelasnya mengalami kematian! Syeh Malaya (S.Kalijaga), terimalah hal ini sebagai ajaranku dengan hatimu yang lapang. Anugerah berupa wahyu akan datang padamu.

Dari wejangan tersebut kita bisa lebih mengenal GUSTI ALLAH dan seharusnya manusia tidak takut untuk menghadapi kematian. Disamping itu juga terdapat wejangan tentang bagaimana seharusnya semedi yang disebut "mati sajroning ngahurip" dan bagaimana dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

MANUNGGALING KAWULO LAN GUSTI yg dimaksd dng manunggal itu sejatinya adalah `keikhlasan total kita kepada Allah untuk diatur melalui syariat Nya`.
Asas Da'wah Walisongo

Wasiat Sunan Kalijaga dalam kitabnya :

“Yen wis tibo titiwancine kali-kali ilang kedunge, pasar ilang kumandange, wong wadon ilang wirange, mangka enggal – enggala tapa lelana njlajah desa milang kori patang sasi, aja ngasik balik yen durung oleh pitunduh (hidayah) saka gusti Allah”

Artinya kurang lebih :

“jika sudah tiba zamannya dimana sungai2 hilang kedalamannya (banyak org yg berilmu yg tdk amalkan ilmunya), pasar hilang gaungnya (pasar org beriman adalah masjid, jika masjid2 tak ada adzan, wanita2 hilang malunya (tdk tutup aurat dsb) maka cepat2lah kalian keluar 4 bulan dari desa ke desa (dari kampong ke kampong) dari pintu ke pintu (dari rumah ke rumah utk dakwah) jgnlah pulang sebelum mendapat hidayah dr Allah swt”

Kalau kita buat dakwah berpegang dgn azas dakwah ini maka dakwah kita akan mirip dgn dakwah nabi dan sahabat shg akan menjadi asbab hidayah keseluruh alam

Azas dakwah walisongo ada 10 :

1. Sugih tanpa banda (kaya tanpa harta)
artinya : jgn yakin pada harta….kebagahiaan dlm agama, dakwah jgn bergantung dgn harta

2. Ngluruk tanpa bala (menyerbu tanpa banyak orang/tentara)
artinya : jgn yakin dgn banyaknya jumlah kita,…..yakin dgn pertolongan Allah

3. Menang tanpa ngasorake (menang/unggul tanpa merendahkan orang)
artinya : dakwah jgn menganggap hina musuh2 kita….kita pasti unggul tapi jgn merendahkan org lain (jgn sombong)

4. Mulya tanpa punggawa (mulia tanpa anak buah)
artinya : kemuliaan hanya dalam iman dan amalan agama bkn dgn bnyknya pengikut

5. Mletik tanpa sutang (melompat jauh tanpa tanpa galah/tongkat panjang)
artinya : niat utk dakwah keseluruh alam, Allah yg berangkatkan kita bukan asbab2 dunia spt harta dsb…

6. Mabur tanpa lar (terbang tanpa sayap)
artinya : kita bergerak jumpa umat…dari orang2 ke orang…. jumpa ke rumah2 mereka ..

7. Digdaya tanpa aji-aji (sakti tanpa ilmu2 kedigdayaan)
Artinya : kita dakwah, Allah akan Bantu (jika kalian Bantu agama Allah, maka pasti Allah akan tolong kalian dan Allah akan menangkan kalian)

8. Menang tanpa tanding (menang tanpa berperang)
Artinya : dakwah dgn hikmah, kata2 yg sopan, ahlaq yg mulia dan doa menangis2 pada Allah agar umat yg kita jumpai dan umat seluruh alam dapat hidayah….bukan dgn kekerasan….
Nabi SAW bersabda yg maknanya kurang lebih : “Haram memerangi suatu kaum sebelum kalian berdakwah (berdakwah dgn hikmah) kpd mereka”

9. Kuncara tanpa wara-wara (menyebar/terkenal tanpa gembar-gembor/iklan2 dsb)
Artinya : bergerak terus jumpa umat, tdk perlu disiar2kan atau di umum2kan

10.Kalimasada senjatane ( senjatanya kalimat iman (syahadat))
Artinya : selalu mendakwahkan kalimat iman, mengajak umat pada iman dan amal salih….

SUNAN DRAJAT lebih suka menyampaikan pesan al-Qur’an dan hadits dengan menggunakan bahasa Jawa” sebagaimana dicatat oleh sejarah:

” Menehono teken wong kang wuto (buta), Menehono pangan marang wong kang luwe (kelaparan), menehono busono marang wong kang wudo (telanjang), menehono ngiyup marang wong kang kaudanan (kehujajan).”

Poem : Maulana Syekh Muhammad Nazhim Al Haqqani

i saw my Lord with the eye of my heart
i said no doubt it's You it's You

You are the one who
encompassed every "where"
so that is no "where" except You are there

"where has no "there"
in regards to You
for "where to know where you are

not can imagination, imagine You
for imagination to know where You are

Your Knowledge encompasses everything
so that everything i see is You

and in my annihilation
is the annihilation of my annihilation
and in my annihilation
i found You

As – Syayid Maulana Syekh Muhammad Nazhim Al Haqqani (Qs)


aku melihat Tuhanku dengan mata hatiku
aku bilang tidak diragukan lagi itu Engkau itu Engkau

Engkau adalah salah satu yang
mencakup setiap "di mana"
sehingga tidak "di mana" kecuali Engkau berada di sana

"di mana tidak memiliki" ada "
dalam hal untuk Mu
untuk "tempat untuk tahu di mana Engkau”

tidak bisa berimajinasi, membayangkan Mu
untuk berimajinasi untuk mengetahui di mana Engkau

Pengetahuan Mu meliputi segala sesuatu
sehingga segala sesuatu yang saya lihat adalah Engkau

dan dalam pemusnahan saya
adalah pemusnahan penghancuran saya
dan dalam pemusnahan saya
saya menemukan Mu

As – Syayid Maulana Syekh Muhammad Nazhim Al Haqqani (Qs)

Jalaluddin Rumi

Dia berkata Tiada tuhan, lalu dia berkata kecuali Tuhan. Dari Tiada menjadi kecuali Tuhan maka menjelmalah Keesaan.

Aku tidak menyanyikan Masnawi agar orang membawanya dan mengulang-ulangnya pula, akan tetapi agar orang meletakkan buku itu di telapak kaki dan terbang bersamanya. Masnawi adalah tangga pendakian menuju kebenaran. Jangan engkau pikul tangga itu di pundakmu sambil berjalan dari satu kota ke kota lain.

Puasa Membakar Hijab
Rasa manis yang tersembunyi,
Ditemukan di dalam perut yang kosong ini!
Ketika perut kecapi telah terisi,
ia tidak dapat berdendang,
Baik dengan nada rendah ataupun tinggi.
Jika otak dan perutmu terbakar karena puasa,
Api mereka akan terus mengeluarkan ratapan dari dalam dadamu.
Melalui api itu, setiap waktu kau akan membakar seratus hijab.
Dan kau akan mendaki seribu derajat di atas jalan serta dalam hasratmu.

Disebabkan Ridha-Nya
Jika saja bukan karena keridhaan-Mu,
Apa yang dapat dilakukan oleh manusia yang seperti debu ini
dengan Cinta-Mu?

Letak Kebenaran
Kebenaran sepenuhnya bersemayam di dalam hakekat,
Tapi orang dungu mencarinya di dalam kenampakan.

Rahasia yang Tak Terungkap
Apapun yang kau dengar dan katakan (tentang Cinta),
Itu semua hanyalah kulit.
Sebab, inti dari Cinta adalah sebuah
rahasia yang tak terungkapkan.

Pernyataan Cinta
Bila tak kunyatakan keindahan-Mu dalam kata,
Kusimpan kasih-Mu dalam dada.
Bila kucium harum mawar tanpa cinta-Mu,
Segera saja bagai duri bakarlah aku.
Meskipun aku diam tenang bagai ikan,
Tapi aku gelisah pula bagai ombak dalam lautan
Kau yang telah menutup rapat bibirku,
Tariklah misaiku ke dekat-Mu.
Apakah maksud-Mu?
Mana kutahu?
Aku hanya tahu bahwa aku siap dalam iringan ini selalu.
Kukunyah lagi mamahan kepedihan mengenangmu,
Bagai unta memahah biak makanannya,
Dan bagai unta yang geram mulutku berbusa.
Meskipun aku tinggal tersembunyi dan tidak bicara,
Di hadirat Kasih aku jelas dan nyata.
Aku bagai benih di bawah tanah,
Aku menanti tanda musim semi.
Hingga tanpa nafasku sendiri aku dapat bernafas wangi,
Dan tanpa kepalaku sendiri aku dapat membelai kepala lagi.

Hati Bersih Melihat Tuhan
Setiap orang melihat Yang Tak Terlihat
dalam persemayaman hatinya.
Dan penglihatan itu bergantung pada seberapakah
ia menggosok hati tersebut.
Bagi siapa yang menggosoknya hingga kilap,
maka bentuk-bentuk Yang Tak Terlihat
semakin nyata baginya.

Kesucian Hati
Di manapun, jalan untuk mencapai kesucian hati
ialah melalui kerendahan hati.
Maka dia akan sampai pada jawaban “Ya” dalam pertanyaan
Bukankah Aku Tuhanmu?

Memahami Makna
Seperti bentuk dalam sebuah cermin, kuikuti Wajah itu.
Tuhan menampakkan dan menyembunyikan sifat-sifat-Nya.
Tatkala Tuhan tertawa, maka akupun tertawa.
Dan manakala Tuhan gelisah, maka gelisahlah aku.
Maka katakana tentang Diri-Mu, ya Tuhan.
Agar segala makna terpahami, sebab mutiara-mutiara
makna yang telah aku rentangkan di atas kalung pembicaraan
berasal dari Lautan-Mu.

Tuhan Hadir dalam Tiap Gerak
Tuhan berada dimana-mana.
Ia juga hadir dalam tiap gerak.
Namun Tuhan tidak bisa ditunjuk dengan ini dan itu.
Sebab wajah-Nya terpantul dalam keseluruhan ruang.
Walaupun sebenarnya Tuhan itu mengatasi ruang.

Lihatlah yang Terdalam
Jangan kau seperti iblis,
Hanya melihat air dan lumpur ketika memandang Adam.
Lihatlah di balik lumpur,
Beratus-ratus ribu taman yang indah!

Keterasingan di Dunia
Mengapa hati begitu terasing dalam dua dunia?
Itu disebabkan Tuhan Yang Tanpa Ruang,
Kita lemparkan menjadi terbatasi ruang.

Inilah Cinta

Inilah cinta, membumbung ke langit

Setiap saat mengoyak seratus cadar

Mula-mula, mengingkari hidup

Akhirnya, melangkah tanpa kaki

Menganggap dunia ini tak tampak

Sepi semua yang muncul di benak

”O, jiwa,” kataku, ”Semoga kau berbahagia

Memasuki negeri orang-orang tercinta

Memandang daerah yang tak tercapai mata

Menyusup ke dalam lekuk liku dada!

Dari mana datangnya nafas ini, o jiwa

Dari mana pula asal denyut jantung, o hati?

Burung, bicaralah dengan bahasa burung

Kutahu artinya yang terselubung

Jiwaku pun menyahut, ”Aku berada di pabrik

Yang sedang mengolah air dan tanah liat

Aku pun melepaskan diri dari sana

Ketika sedang diciptakan

Waktu tak kuat lagi aku bertahan, mereke menyeretku

Dan menuangku

Sehingga bagaikan bola bentukku.”

***

http://dwikisetiyawan.wordpress.com/2011/04/29/puisi-puisi-sufi-rabiah-al-adawiyah/

POEM'Z

Mahabbah Cinta Rabi’ah al-Adawiyah
1
Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cintaMu
Hingga tak ada sesuatupun yang menggangguku dalam jumpaMu
Tuhanku, bintang-gemintang berkelap-kelip
Manusia terlena dalam buai tidur lelap
Pintu-pintu istana pun telah rapat tertutup
Tuhanku, demikian malampun berlalu
Dan inilah siang datang menjelang
Aku menjadi resah gelisah
Apakah persembahan malamku Kau Terima
Hingga aku berhak mereguk bahagia
Ataukah itu Kau Tolak, hingga aku dihimpit duka,
Demi kemahakuasaan-Mua
Inilah yang akan selalu ku lakukan
Selama Kau Beri aku kehidupan
Demi kemanusiaan-Mu,
Andai Kau Usir aku dari pintuMu
Aku tak akan pergi berlalu
Karena cintaku padaMu sepenuh kalbu
2
Ya Allah, apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di dunia ini,
Berikanlah kepada musuh-musuhMu
Dan apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di akhirat nanti,
Berikanlah kepada sahabat-sahabatMu
Karena Engkau sendiri, cukuplah bagiku
3
Aku mengabdi kepada Tuhan
Bukan karena takut neraka
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi,
Karena cintaku padaNya
Ya Allah, jika aku menyembahMu
Karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
Dan jika aku menyembahMu
Karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi, jika aku menyembahMu
Demi Engkau semata,
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajahMu
Yang abadi padaku
4
Ya Allah
Semua jerih payahku
Dan semua hasratku di antara segala
Kesenangan-kesenangan
Di dunia ini, adalah untuk mengingat Engkau
Dan di akhirat nanti, diantara segala kesenangan
Adalah untuk berjumpa denganMu
Begitu halnya dengan diriku
Seperti yang telah Kau katakana
Kini, perbuatlah seperti yang Engkau Kehendaki
5
Aku mencintaiMu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena diriMu
Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingatMu
Cinta karena diriMu, adalah keadaanMu mengungkapkan tabir
Hingga Engkau ku lihat
Baik untuk ini maupun untuk itu
Pujian bukanlah bagiku
BagiMu pujian untuk semua itu


6
Buah hatiku, hanya Engkau yang kukasihi
Beri ampunlah pembuat dosa yang datang kehadiratMu
Engkaulah harapanku, kebahagiaan dan kesenanganku
Hatiku telah enggan mencintai selain dari Engkau
7
Hatiku tenteram dan damai jika aku diam sendiri
Ketika Kekasih bersamaku
CintaNya padaku tak pernah terbagi
Dan dengan benda yang fana selalu mengujiku
Kapan dapat kurenungi keindahanNya
Dia akan menjadi mihrabku
Dan rahasiaNya menjadi kiblatku
Bila aku mati karena cinta, sebelum terpuaskan
Akan tersiksa dan lukalah aku di dunia ini
O, penawar jiwaku
Hatiku adalah santapan yang tersaji bagi mauMu
Barulah jiwaku pulih jika telah bersatu dengan Mu
O, sukacita dan nyawaku, semoga kekallah
Jiwaku, Kaulah sumber hidupku
Dan dariMu jua birahiku berasal
Dari semua benda fana di dunia ini
Dariku telah tercerah
Hasratku adalah bersatu denganMu
Melabuhkan rindu
8
Sendiri daku bersama Cintaku
Waktu rahasia yang lebih lembut dari udara petang
Lintas dan penglihatan batin
Melimpahkan karunia atas doaku
Memahkotaiku, hingga enyahlah yang lain, sirna
Antara takjub atas keindahan dan keagunganNya
Dalam semerbak tiada tara
Aku berdiri dalam asyik-masyuk yang bisu
Ku saksikan yang datang dan pergi dalam kalbu
Lihat, dalam wajahNya
Tercampur segenap pesona dan karunia
Seluruh keindahan menyatu
Dalam wajahNya yang sempurna
Lihat Dia, yang akan berkata
“Tiada Tuhan selain Dia, dan Dialah Yang maha Mulia.”
9
Rasa riangku, rinduku, lindunganku,
Teman, penolong dan tujuanku,
Kaulah karibku, dan rindu padaMu
Meneguhkan daku
Apa bukan padaMu aku ini merindu
O, nyawa dan sahabatku
Aku remuk di rongga bumi ini
Telah banyak karunia Kau berikan
Telah banyak..
Namun tak ku butuh pahala
Pemberian ataupun pertolongan
CintaMu semata meliput
Rindu dan bahagiaku
Ia mengalir di mata kalbuku yang dahaga
Adapun di sisiMu aku telah tiada
Kau bikin dada kerontang ini meluas hijau
Kau adalah rasa riangku
Kau tegak dalam diriku
Jika akku telah memenuhiMu
O, rindu hatiku, aku pun bahagia

http://pejalan-cahaya.blogspot.com/2007/09/syair-rabiah-al-adawiyah.html

I
Alangkah sedihnya perasaan dimabuk cinta
Hatinya menggelepar menahan dahaga rindu
Cinta digenggam walau apapun terjadi
Tatkala terputus, ia sambung seperti mula
Lika-liku cinta, terkadang bertemu surga
Menikmati pertemuan indah dan abadi
Tapi tak jarang bertemu neraka
Dalam pertarungan yang tiada berpantai

II
Aku mencintai-Mu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena diri-Mu
Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingat-Mu
Cinta karena diri-Mu, adalah keadaan-Mu mengungkapkan tabir
Hingga Engkau ku lihat
Baik untuk ini maupun untuk itu
Pujian bukanlah bagiku
Bagi-Mu pujian untuk semua itu

III
Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cinta-Mu
Hingga tak ada satupun yang mengganguku dalam jumpa-Mu
Tuhanku, bintang gemintang berkelip-kelip
Manusia terlena dalam buai tidur lelap
Pintu pintu istana pun telah rapat
Tuhanku, demikian malam pun berlalau
Dan inilah siang datang menjelang
Aku menjadi resah gelisah
Apakah persembahan malamku, Engkau terima
Hingga aku berhak mereguk bahagia
Ataukah itu Kau tolak, hingga aku dihimpit duka,
Demi kemahakuasaan-Mu
Inilah yang akan selalau ku lakukan
Selama Kau beri aku kehidupan
Demi kemanusian-Mu,
Andai Kau usir aku dari pintu-Mu
Aku tak akan pergi berlalu
Karena cintaku pada-Mu sepenuh kalbu

IV
Ya Allah, apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di dunia ini,
Berikanlah kepada musuh-musuh-Mu
Dan apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di akhirat nanti,
Berikanlah kepada sahabat-sahabat-Mu
Karena Engkau sendiri, cukuplah bagiku

V
Aku mengabdi kepada Tuhan
bukan karena takut neraka
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi,
Karena cintaku pada-Nya
Ya Allah, jika aku menyembah-Mu
karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
Dan jika aku menyembah-Mu
karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata,
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu
yang abadi padaku

VI
Alangkah buruknya,
Orang yang menyembah Allah
Lantaran mengharap surga
Dan ingin diselamatkan dari api neraka
Seandainya surga dan neraka tak ada
Apakah engkau tidak akan menyembah-Nya?
Aku menyembah Allah
Lantaran mengharap ridha-Nya
Nikmat dan anugerah yang diberikan-Nya
Sudah cukup menggerakkan hatiku
Untuk menyembah-Mu

VII
Sulit menjelaskan apa hakikat cinta
Ia kerinduan dari gambaran perasaan
Hanya orang
yang merasakan dan mengetahui
Bagaimana mungkin
Engkau dapat menggambarkan
Sesuatu yang engkau sendiri bagai hilang
dari hadapan-Nya, walau ujudmu
Masih ada karena hatimu gembira yang
Membuat lidahmu kelu

VIII
Andai cintaku
Di sisimu sesuai dengan apa
Yang kulihat dalam mimpi
Berarti umurku telah terlewati
Tanpa sedikit pun memberi makna

IX
Tuhan, semua yang aku dengar
di alam raya ini, dari ciptaan-Mu
Kicauan burung, desiran dedaunan
Gemericik air pancuran
Senandung burung tekukur
Sepoian angin, gelegar guruh
Dan kilat yang berkejaran
Kini
Aku pahami sebagai pertanda
Atas keagungan-Mu
Sebagai saksi abadi, atas keesaan-Mu
dan
Sebagai kabar berita bagi manusia
Bahwa tak satu pun ada
Yang menandingi dan menyekutui-Mu

X
Bekalku memang masih sedikit
Sedang aku belum melihat tujuanku
Apakah aku meratapi nasibku
Karena bekalku yang masih kurang
Atau karena jauh di jalan yang ‘kan kutempuh
Apakah Engkau akan membakarku
O, tujuan hidupku
Di mana lagi tumpuan harapanku pada-Mu
Kepada siapa lagi aku mengadu?

XI
Ya Allah
Semua jerih payahku
Dan semua hasratku di antara segala
kesenangan-kesenangan
Di dunia ini, adalah untuk mengingat Engkau
Dan di akhirat nanti, di antara segala kesenangan
Adalah untuk berjumpa dengan-Mu
Begitu halnya dengan diriku
Seperti yang telah Kau katakan
Kini, perbuatlah seperti yang Engkau kehendaki

XII
Ya Tuhan, lenganku telah patah
Aku merasa penderitaan yang hebat atas segala
yang telah menimpaku
Aku akan menghadapi segala penderitaan itu dengan sabar
Namun aku masih bertanya-tanya
Dan mencari-cari jawabannya
Apakah Engkau ridha akan aku
Ya, Ya Allah
O Tuhan, inilah yang selalu mengganggu langit pikiranku

XIII
Ya Allah
Aku berlindung pada Engkau
Dari hal-hal yang memalingkan aku dari Engkau
Dan dari setiap hambatan
Yang akan menghalangi Engkau
Dari aku

XIV
Ya Illahi Rabbi
Malam telah berlalu
Dan siang datang menghampiri
Oh andaikan malam selalu datang
Tentu aku akan bahagia
Demi keagungan-Mu
Walau Kau tolak aku mengetuk pintu-Mu
Aku akan tetap menanti di depannya
Karena hatiku telah terpaut pada-Mu

XV
Tuhanku
Tenggelamkan diriku ke dalam lautan
Keikhlasan mencintai-M
Hingga tak ada sesuatu yang menyibukkanku
Selain berdzikir kepada-Mu
*****

Hikmah Kenabian Nabi 'Isa as

Pernyataan Nabi Isa Almasih AS

” Dari benih Maryam ataupun hembusan Jibril,
tercipta bentuk manusia yang maujud dari tanah,
ruh tercipta dalam zat yang disucikan daricara alamiah,
menyebabkan sifat kekal,
karena itu panjang masa kehidupan Isa di alam keberadaan hingga
ribuan tahun dalam penentuan,
ruh dari Allah bukan dari selain - Nya,
Begitu pula Isa mampu menghidupkan yang mati,
bahkan mewujudkan burung cukup dari segumpal tanah,
layak penisbatan dirinya kepada Tuhannya,
Penisbatan yang berpengaruh terhadap kriteria yang tinggi serta yang
rendah,
Allah sucikan Isa dalam fisik jasadnya serta secara tathir,
serta disucikan pula dalam ruh secara tanzih,
lalu Allah menjadikannya sebagai contoh penyerupaan dalam urusan
penciptaan “.

Risalah Maulana Ilyas rah.a.

“ Umat islam hari kehilangan tiga perkara…..:,”

1. Kehilangan perasaan umat :
Hilangnya perasaan umat ni bila seseorang itu udh merasa/rumongso paham, benar, baik, baik dlm dirinya, kehidupanya, keluarganya, lingkungannya, golonganya, suku/rasnya, bangsanya, negaranya dll... padahal di akhir kalam Rosul SAW memanggil “Ummatii, ummatii, ummatiii ...... !!!” dan sampai di padang mahsyar pun…, Setiap kali Beliau SAW, berjumpa satu umat, beliau akan bertanya, “Di mana umatku?”.

2. Kehilangan kemuliaan umat :
Dimana-mana di anggap terroris.., mengamalkan sunnah di anggap aneh & banyak yg gk suka, lebih menyukai kehidupan org2 kafir, yg salah jadi tuntunan & yg benar jadi tontonan dan masih bnyk lg.

3. Kehilangan maksud hidup umat :
Untuk yg satu ini kita tanya pada diri kita masing2…, paling banyak hidup kita selama ini kita korbankan utuk apa…? Jawaban jujurnya ada pada diri kita masing2…!

Mudzakarah-Mudzakarah

6 SIFAT SAHABAT

Allah SWT meletakkan kesuksesan dan kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat hanyalah pada agama Islam yang sempurna. Agama Islam yang sempurna adalah agama yang dibawa oleh Rasululloh SAW. Meliputi Iman, Ibadah, Muamalah, Muasyarat dan Ahlaq. Pada saat ini umat islam tidak ada kekuatan dan kemampuan untuk mengamalkan agama secara sempurna.

Para sahabat RA telah sukses dan jaya dalam mengamalkan agama secara sempurna karena mereka memiliki sifat-sifat dasar yang terkandung dalam enam sifat sahabat yang meliputi :
1. Yakin atas kalimah thoyyibah “laa ilaaha illallah muhammadurrasulullah”
2. Sholat khusyu’ dan khudlu’
3. Ilmu ma’adzikir
4. Ikromul Muslimin
5. Tashihun niat
6. Da’wah dan tabligh khuruj fi sabilillah.

Enam sifat sahabat RA tersebut bukan merupakan wujud agama yang sempurna, karena agama yang sempurna terkandung dalam al qur’an dan al hadits, tetapi apabila enam sifat para sahabat tersebut ada dalam diri kita maka Allah SWT akan memberikan kemudahan kepada kita untuk mengamalkan agama secara sempurna.

1. Yakin atas kalimah thoyyibah “LAA ILAAHA ILLALLAH MUHAMMADURRASULULLAH“.
Arti :
Tidak ada yang berhak disembah selain Allah Swt. Dan Baginda Muhammad Saw. adalah utusan Allah.
Maksud :
LAA ILAHA ILLALLAH : mengeluarkan keyakinan pada mahluk dari dalam hati dan memasukkan keyakinan hanya kepada Allah Swt. Di dalam hati.
Fadhilah :
1. Barang siapa yang mati sedangkan dia yakin tidak ada yang berhak disembah selain Allah Swt., maka dijamin masuk surga.
2. Barang siapa yang bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan hatinya membenarkan lisannya, maka dipersilahkan masuk surga dari pintu mana yang dia suka.
3. Sekecil-kecil iman dalam hati maka akan Allah berikan surga yang luasnya 10 kali dunia.
Cara mendapatkan :
1. Dakwahkan pentingnya iman yakin.
2. Latihan dengan cara memperbanyak halaqoh-halaqoh / majlis iman yakin (bicara atau dengar).
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat iman dan yakin.
Maksud :
MUHAMMADARRASULULLAH : meyakini hanya satu-satunya jalan untuk mencapai kejayaan dunia dan akherat hanya dengan cara ikut sunnah Rasulullah Saw.
Fadhilah :
1. Rasulullah Saw. bersabda, Tidak akan masuk neraka seseorang yang bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan Aku (Muhammad) sebagai utusan Allah.
2. Rasulullah Saw. bersabda barang siapa yang berpegang teguh dengan sunnahku dikala rusaknya ummatku maka baginya pahala 100 orang mati syahid.
3. Rasulullah Saw. Bersabda barang siapa menghidupkan sunnahku sungguh dia cinta padaku, dan barangsiapa yang cinta padaku maka akan bersamaku didalam surga.
Cara mendapatkan :
1. Dakwahkan pentingnya menghidupkan sunnah Rasulullah Saw.
2. Latihan , yaitu dengan cara menghidupkan sunnah Rasulullah Saw. Dalam kehidupan kita selama 24 jam.
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk menghidupkan sunnah.

2. Sholat khusyu’ dan khudlu’
Arti :
Shalat dengan konsentrasi batin dan merendahkan diri dengan mengikut cara yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Maksud :
Shalat Khusu dan KhuduMembawa sifat-sifat ketaatan kepada Allah Swt didalam shalat kedalam kehidupan sehari-hari.
Fadhilah :
1. Allah berfirman : Sesungguhnya shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
2. Allah berfirman : Carilah pertolongan Allah dengan sabar dan shalat.
3. Rasulullah Saw. Bersabda : shalat adalah milahnya/ mi’rojnya orang beriman.
Cara mendapatkan :
1. Dakwahkan pentingnya shalat
2. Latihan dengan cara : a. Memperbaiki dhahirnya shalat.
b. Menghadirkan keagungan Allah
c. Belajar menyelesaikan masalah dengan shalat
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat shalat khusyu dan khudu.

3. Ilmu ma’adzikir
Arti Ilmu :
semua petunjuk yang datang dari Allah Swt melalui Baginda Rasulullah Saw.
Arti Dzikir:
Mengingat Allah sebagaimana agungnya Allah.
Maksud Ilmu ma’adzikir :
Mengamalkan perintah Allah Swt. Pada setiap saat dan keadaan dengan menghadirkan
keagungan Allah didalam hati dan ikut cara Rasulullah Saw.
Fadhilah Ilmu:
1. Apabila Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba, maka akan Allah fahamkan dirinya pada masalah agama.
2. Barangsiapa berjalan mencari ilmu maka akan Allah mudahkan untuknya jalan menuju surga.
3. Barangsiapa mempelajari satu ayat Al Quran maka nilainya adalah lebih baik daripada shalat sunnah 100 rakaat. Barangsiapa mempelajari satu bab dari ilmu maka lebih baik nilainya daripada shalat sunnah 1000 rakaat.
Fadhilah Dzikir:
1. Perumpamaan orang yang berdzikir dengan orang yang tidak berdzikir adalah seperti orang yang hidup dibandingkan dengan orang yang mati.
2. Allah berfirman : Dengan mengingat Allah maka hati akan menjadi tenang.
3. Allah berfirman : Ingatlah pada Ku niscaya Aku akan ingat kepadamu.
Cara mendapatkan ilmu fadhail :
1. Dakwahkan pentingnya ilmu fadhail
2. Latihan dengan cara : a. Duduk dalam halaqoh fadhail di masjid dan di rumah.
b. Ajak manusia untuk duduk dalam halaqoh fadhail
c. Hadirkan fadhail dalam setiap amalan .
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat ilmu fadhail.
Cara mendapatkan ilmu masail :
1. Dakwahkan pentingnya ilmu masail
2. Latihan dengan cara : a. Duduk dalam halaqoh masail dengan para alim ulama.
b. Bertanya kepada ulama baik untuk masalah agama maupun dunia.
c. Sering berziarah kepada para alim ulama .
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat ilmu masail.
Cara mendapatkan dzikir :
1. Dakwahkan pentingnya dzikir kepada Allah Swt.
2. Latihan dengan cara : a. Setiap hari membaca Al Quran (usahakan 1 juz).
b. Membaca tasbihat, shalawat dan istigfar masing-masing 100 X. Ketika membaca tasbihat maka hadirkan kemahasucian Allah Ketika membaca shalawat maka ingat jasa-jasa Rasulullah kepada kita. Ketika membaca istigfar maka hadirkan sifat Maha Pengampunnya Allah.
c. Amalkan doa-doa masnunah (harian)
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat dzikir.

4. Ikromul Muslimin
Arti :
Memuliakan sesame orang islam / muslim.
Maksud :
Ikramul musliminMenunaikan hak-hak semua orang islam tanpa meminta hak daripadanya.
Fadhilah :
1. Allah akan menolong seorang hamba selagi dia menolong saudaranya.
2. Barang siapa menutup aib saudaranya yang muslim maka Allah akan menutup aibnya dan barang siapa membuka aib saudaranya yang muslim maka Allah akan membuka aibnya sampai dia akan dipermalukan di rumahnya sendiri.
3. Senyummu didepan saudaramu adalah sedekah.
Cara mendapatkan :
1. Dakwahkan pentingnya ikram
2. Latihan dengan cara : a. Memberi salam kepada orang yang kita kenal ataupun yang tidak kita kenal.
b. Menyayangi yang muda, menghormati yang tua, memuliakan uloama dan menghormati sesama.
c. Berbaur dengan semua orang yang berbeda-beda wataknya.
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan ahlaq sebagaimana ahlaq Baginda Rasulullah Saw.

5. Tashihun niat
Arti :
Membetulkan / meluruskan niat
Maksud Tashihun niat :
Membersihkan niat pada setiap amalan semata-mata karena Allah Swt.
Fadhilah :
1. Sesungguhnya Allahtidak akan menerima amalan seseorang kecuali dengan ikhlas.
2. Sesungguhnya Allah tidak memandang pada rupamu dan hartamu tetapi Dia akan memandang pada hatimu dan amalanmu.
3. Baginda Rasulullah Saw. Bersabda : Wahai Muadz jagalah keihklasan karena amal yang ikhlas walau sedikit akan mencukupi.
Cara mendapatkan :
1. Dakwahkan pentingnya ikhlas.
2. Latihan dengan cara : setiap beramal periksa niat kita, sebelum beramal, ketika beramal dan setelah beramal, bersihkan niat agar semata-mata hanya karena Allah.
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat ikhlas dalam beramal.

6. Da’wah dan tabligh khuruj fi sabilillah
Arti :
Dakwah mengajak, Tabligh menyampaikan dan khuruj fisabilillah adalah keluar di jalan Allah.
Maksud :
1. Memperbaiki diri, yaitu bagaimana agar dapat menggunakan harta diri dan waktu sebagaimana yang diperintahkan Allah.
2. Menghidupkan agama secara sempurna pada diri sendiri dan semua manusia diseluruh alam dengan menggunakan harta dan diri sendiri.
Fadhilah :
1. Allah berfirman : dan adakah yang perkataannya lebih baik daripada seseorang yang mengajak manusia kepada Allah.
2. Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk kebaikan dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkan.
3. Sepagi sepetang dijalan Allah lebih baik daripada mendapatkan dunia dan seisinya.
Cara mendapatkan :
1. Dakwahkan pentingnya dakwah dan tabligh.
2. Latihan dengan cara : keluar dijalan Allah minimal 4 bulan seumur hidup, 40 h setiap tahun, 3h setiap bulan dan 2,5 jam setiap hari. Tingkatkan dengan cara bertahap-tahap menjadi 4 bl tiap tahun, 10h tiap bulan dan 8 jam setiap hari.
3. Berdoa kepada Allah agar diberikan hakekat dakwah dan tabligh yaitu dapat menggunakan harta, diri dan waktu untuk kepentingan dakwah.
Muzakaroh 6 Sifat Shahabat
Muqoddimah…
 Allah SWT meletakkan kejayaan didunia dan diakhirat dalam agama yang sempurna seperti yang dibawa Rosulullah SAW.
 Umat Islam pada zaman ini belum ada kekuatan untuk mengamalkan agama secara sempurna.
 Para Shahabat R.A. telah dapat mengamalkan agama yang sempurna karena memiliki 6 sifat.
 Umat Islam pada zaman sekarang pun akan ada kekuatan untuk mengamalkan agama sempurna bila memiliki 6 sifat
Apakah 6 sifat itu :
1. Yakin terhadap kalimah Thoyyibah Laailaaha Illallah MuhammadurRasulullah.
LAA ILAAHA ILLALLAH MUHAMMADURROSULULLAH
Artinya :
Tidak ada yang berhak disembah selain Allah SWT dan Baginda Muhammad SAW adalah utusan Allah
LAA ILAAHA ILLALLAH
Maksudnya:
Mengeluarkan keyakinan kepada makhluk dari dalam hati kita dan memasukkan keyakinan hanya kepada Allah SWT dalam hati kita.

Fadhilahnya:
a. Barangsiapa yang mati sedangkan ia yakin bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah SWT maka dijamin masuk surga.
b. Barang siapa yang bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah SWT dan hatinya membenarkan lisannya maka ia masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki.
c. Sekecil-kecil iman Allah SWT akan memberikan surga yang luasnya sepuluh kali dunia.
Cara mendapatkannya:
a. Mendakwahkan pentingnya iman.
b. Latihan iman, dengan membentuk halaqah iman.
c. Berdoa agar diberi hakikat iman
MUHAMMADURROSULULLAH
Maksudnya:
Mengakui bahwa satu-satunya jalan hidup untuk mendapatkan kejayaan dunia dan akhirat hanya dengan mengikuti cara hidup Rosulullah SAW.

Fadhilahnya:
a. Tidak akan masuk neraka seseorang yang bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan Aku adalah utusan Allah SWT.
b. Barang siapa yang berpegang teguh pada sunnahku dikala rusak umatku akan mendapat pahala 100 orang mati syahid.
c. Barang siapa yang menghidupkan sunnahku sungguh cinta kepadaku, barang siapa cinta kepadaku akan bersamaku di dalam surga.
Cara mendapatkannya:
a. Mendakwahkan pentingnya sunnah-sunnah Rosulullah SAW.
b. Latihan mengamalkan sunnah-sunnah Rosulullah SAW dalam 24 jam.
c. Berdo’a agar diberi hakikat Muhammadurrosulullah.
2. Sholat Khusyu Wal Khudu
Artinya:
Sholat dengan konsentrasi batin dan merendahkan diri dengan mengikuti cara yang dicontohkan Rosulullah SAW.

Maksudnya:
Membawa sifat-sifat ketaatan kepada Allah SWT dalam sholat kedalam kehidupan sehari-hari.

Fadhilahnya:
a. Firman Allah : Sesungguhnya sholat bisa mencegah perbuatan keji dan munkar.
b. Firman Allah : Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan sholat.
c. Sholat adalah mi’rojnya orang yang beriman.
Cara mendapatkannya:
a. Mendakwahkan pentingnya sholat khusyu dan khudhu
Latihan :
* Memperbaiki zahirnya sholat : istinja, wudhu, rukunya dan sebagainya.
* Menghadirkan keagungan Allah SWT dalam hati.
* Belajar menyelesaikan masalah dengan sholat.
b. Berdo’a agar diberi hakikat sholat khusyu dan khudhu
3. Ilmu maadzikir
Ilmu
Artinya:
Semua petunjuk yang datang dari Allah SWT melalui Baginda Rosulullah SAW.
Dzikir
Artinya:
Mengingat Allah SWT sebagaimana Agung-nya Allah SWT

Maksud ilmu maadzikir :
Mengamalkan perintah-perintah Allah dalam setiap saat dan keadaan dengan menghadirkan keagungan Allah kedalam hati kita ikut cara Rosulullah SAW.

Fadhilah ilmu :
a. Apabila Allah SWT menghendaki kebaikan bagi seorang hamba maka Allah SWT akan fahamkan dia dengan agama.
b. Barang siapa yang berjalan ke majelis ilmu maka Allah SWT akan mudahkan baginya jalan ke surga.
c. Barang siapa yang mempelajari satu ayat dari kitab Allah maka lebih baik daripada sholat sunnah 100 rakaat dan barang siapa mempelajari satu bab ilmu agama baik diamalkan atau tidak lebih baik daripada ibadah sholat sunnah 1000 rakaat.

Fadhilah Zikir:
a. Perumpamaan orang yang berdzikir dengan orang yang tidak berdzikir seperti orang yang hidup dengan orang yang mati.
b. Dengan mengingat Allah SWT hati menjadi tenang.
c. Ingatlah kepadaKu niscaya Aku ingat kepadamu.
Cara mendapatkan ilmu fadhail:
a. Mendakwahkan pentingnya ilmu fadhail
b. Latihan :
* Duduk dalam halaqah ta’lim fadhail.
* Menghadirkan fadhilah dalam beramal.
* Mengajak orang lain duduk ke dalam halaqah ta’lim fadhail di masjid.
c. Berdo’a pada Allah SWT agar diberikan hakekat ilmu fadhail
Cara mendapatkan ilmu matsail:
a. Mendakwahkan kepentingan matsail
b. Latihan :
- Duduk dalam majelis matsail dengan para ulama.
- Tanya masalah-masalah dunia atau agama.
- Berziarah para ulama.
c. Berdo’a kepada Allah SWT agar diberi hakekat ilmu matsail
Cara mendapatkan ilmu dzikir:
a. Kita dakwahkan kepentingan ilmu dzikir
b. Latihan :
* Baca Qur’an setiap hari
* Membaca tasbihat, sholawat dan istighfar. Ketika baca tasbihat hadirkan Allah Maha Suci. Ketika baca
sholawat hadirkan jasa-jasa Nabi. Ketika baca istighfar hadirkan Allah Maha Pengampun.
c. Berdo’a pada Allah SWT agar dberi hakekat ilmu dzikir.
4. Ikromul muslimin
Artinya:
Memuliakan sesama muslim

Maksudnya:
Menunaikan hak-hak sesama muslim tanpa menuntut hak dari padanya.

Fadhilahnya:
a. Allah SWT akan menolong seorang hamba selagi dia menolong saudaranya.
b. Barang siapa menutup aib saudaranya yang muslim maka Allah akan menutup aibnya didunia dan akhirat, tetapi barang siapa yang membuka aib saudaranya maka Allah akan membuka aibnya didunia dan akhirat sehingga dia akan dipermalukan di rumahnya sendiri.
c. Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah.
Cara mendapatkannya:
a. Kita dakwahkan kepentingan ikromul muslimin
b. Latihan :
* Memberi salam kepada orang yang dikenal atau tidak dikenal
* Menyayangi yang muda, menghormati yang tua, memuliakan pada ulama dan menghargai sesama.
* Membaur kepada orang yang wataknya berbeda-beda (tidak disukai).
c. Do’a pada Allah SWT agar diberi akhlak Rosulullah SAW.

5. Tashihunniyah

Artinya:
Membersihkan niat

Maksudnya:
Membersihkan niat dalam setiap beramal semata-mata karena Allah.

Fadhilahnya:
a. Sesungguhnya amal yang diterima Allah adalah yang berdasarkan ikhlas.
b. Sesungguhnya Allah SWT tidak memandang kepada wajahmu dan hartamu, tetapi Allah memandang kepada
hatimu dan amal perbuatanmu.
c. Ketika Muadz bin Jabal R.A diutus ke Yaman sebagai hakim beliau meminta nasihat kepada Rosulullah SAW.
Kemudian Rosulullah SAW bersabda : “Dalam setiap amalanmu, jagalah keikhlasan, karena keikhlasan itu akan
menambah pahala kebaikanmu walaupun amalan itu sedikit”.
Cara mendapatkannya:
a. Kita dakwahkan pentingnya tashihunniyah
b. Latihan : Sebelum beramal diperiksa, ketika beramal dan sesudah beramal kita bersihkan semata-mata karena
Allah.
c. Berdo’a kepada Allah SWT agar diberi hakikat tashihunniyah

6. Dakwah dan tabligh khuruj fii sabiilillah

Dakwah
Artinya: Mengajak

Tabligh
Artinya: Menyampaikan

Maksudnya:
a. Memperbaiki diri yaitu menggunakan diri, harta dan waktu seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT.
b. Menghidupkan agama pada diri sendiri dan semua manusia di seluruh alam dengan menggunakan harta dan diri mereka.

Fadhilahnya:
a. Tidak ada perkataan yang paling baik di sisi Allah SWT kecuali perkataan dakwah.
b. Barang siapa yang menunjukkan suatu kebaikan ia akan mendapatkan pahala dari orang yang mengikutinya.
c. Barang siapa keluar di jalan Allah SWT sepagi atau sepetang lebih baik daripada mendapatkan keuntungan dunia dan seisinya.
Cara mendapatkannya:
a. Kita dakwahkan
b. Latihan : Minimal dalam seumur hidup 4 bulan, 40 hari dalam setiap tahun, 3 hari dalam setiap bulan, dan 2,5 jam dalam setiap hari.
c. Berdo’a kepada Allah SWT agar diberi sifat dakwah dan tabligh yaitu menggunakan diri harta dan waktu untuk dakwah dan tabligh

Ciri-ciri dakwah Nabi SAW :
1. Jumpa umat bukan minta didatangi umat
2. Berhijrah tinggalkan kampung halaman bukan duduk duduk saja
3. Berkorban dengan harta dan diri bukan diri sendiri harta orang lain
4. Risau dan kasih sayang bukan hujat dan mencela
5. Lemah lembut dan berhikmah bukan kasar dan kaku

Ushul dakwah
adalah tertib yang dipakai jamaah sewaktu keluar fisabilillah maupun amal maqomi

Yang diperbanyak
a.Dakwah illallah
b.Ta'lim wa'talum
c. Dzikir Ibadah
d.Khidmat

Yang dikurangi
a. Kurangi makan dan minum
b. Kurangi tidur dan istrirahat
c. Kurangi keluar dari linkungan masjid
d. Kurangi bicara yang sia-sia

Yang ditinggalkan
a. Berharap kepada makhluk
b. Meminta kepada makhluk
c. Ghoshop
d. Boros dan mubazir

Yang tidak disentuh
a. Masalah Politik praktis baik dalam maupun luar negeri
b. Khilafiyah
c. Status
d. Sumbangan

Yang didekati
a. Ulama Pondok Pesantren
b. Da'i
c. Ahli Dzikir
d. Musonif (pengarang Kitab)

Kisah Pemuda Muslim & pendeta

Ada seorang pemuda muslim yang baru saja menyelesaikan bangku kuliahnya di Amerika. Pemuda ini adalah salah seorang yang diberi nikmat oleh Allah berupa pendidikan agama Islam bahkan ia mampu mendalaminya. Selain belajar, ia juga seorang juru dakwah Islam. Ketika berada di Amerika, ia berkenalan dengan salah seorang Nasrani. Hubungan mereka semakin akrab, dengan harapan semoga Allah SWT memberinya hidayah masuk Islam. Pada suatu hari mereka berdua berjalan-jalan di sebuah perkampungan di Amerika dan melintas di dekat sebuah gereja yang terdapat di kampong tersebut. Temannya itu meminta agar ia turut masuk ke dalam gereja. Semula ia berkeberatan. Namun karena ia terus mendesak akhirnya pemuda itupun memenuhi permintaannya lalu ikut masuk ke dalam gereja dan duduk di salah satu bangku dengan hening, sebagaimana ebiasaan mereka. Ketika pendeta masuk, mereka serentak berdiri untuk memberikan penghormatan lantas kembali duduk. Di saat itu si pendeta agak terbelalak ketika melihat kepada para hadirin dan berkata, “ Di engah kita ada seorang muslim. Aku harap ia keluar dari sini.” Pemuda arab itu tidak bergeming dari tempatnya. Pendeta tersebut mengucapkan perkataan itu berkali-kali, namun ia tetap tidak bergeming dari tempatnya. Hingga akhirnya pendeta itu berkata, “Aku minta ia keluar dari sini dan aku menjamin keselamatannya. ” Barulah pemuda ini beranjak keluar. Di ambang pintu ia bertanya kepada sang pendeta, Bagaimana anda tahu bahwa saya seorang muslim ?” Pendeta itu menjawab, “Dari tanda yang terdapat di wajahmu. ” Kemudian ia beranjak hendak keluar. Namun sang pendeta ingin memanfaatkan keberadaan emuda ini, yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan, tujuannya untuk memojokkan pemuda tersebut dan ekaligus mengokohkan markasnya. Pemuda muslim itupun menerima tantangan debat tersebut. Sang pendeta berkata,“ Aku akan mengajukan kepada anda 22 pertanyaan dan anda harus menjawabnya dengan tepat. ” Si pemuda tersenyum dan berkata, “ Silahkan!” Sang pendeta pun mulai bertanya,
1. Sebutkan satu yang tiada duanya,
2. Dua yang tiada tiganya,
3. Tiga yang tiada empatnya,
4. empat yang tiada limanya,
5. lima yang tiada enamnya,
6. enam yang tiada tujuhnya,
7. tujuh yang tiada delapannya,
8. delapan yang tiada sembilannya,
9. sembilan yang tiada sepuluhnya,
10. sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh,
11. sebelas yang tiada dua belasnya,
12. dua belas yang tiada tiga belasnya,
13. tiga belas yang tiada empat belasnya.
14. Sebutkan sesuatu yang dapat bernafas namun tidak mempunyai ruh!
15. Apa yang dimaksud dengan kuburan berjalan membawa isinya?
16. Siapakah yang berdusta namun masuk ke dalam surga?
17. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah namun Dia tidak menyukainya?
18. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dengan tanpa ayah dan ibu!
19. Siapakah yang tercipta dari api, siapakah yang diadzab dengan api dan siapakah yang terpelihara dari api?
20. Siapakah yang tercipta dari batu, siapakah yg diadzab dengan batu dan siapakah yang terpelihara dari batu?
21. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap besar!
22. Pohon apakah yang mempunyai 12 ranting, setiap ranting mempunyai 30 daun,setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah naungan dan dua di bawah sinaran matahari ?”

Mendengar pertanyaan tersebut pemuda itu tersenyum dengan senyuman mengandung keyakinan kepada Allah. Setelah membaca basmalah ia menjawab :
1. Satu yang tiada duanya ialah Allah SWT.
2. Dua yang tiada tiganya ialah malam dan siang.
Allah SWT berfirman,
“ Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran kami). ” (Al-Isra’: 12).
3. Tiga yang tiada empatnya adalah kekhilafan yang dilakukan Nabi Musa ketika Nabi Khidir menenggelamkan sampan, membunuh seorang anak kecil dan ketika menegakkan kembali dinding yang hampir roboh.
4. Empat yang tiada limanya adalah Taurat, Injil, Zabur dan al-Qur’an.
5. Lima yang tiada enamnya ialah shalat lima waktu.
6. Enam yang tiada tujuhnya ialah jumlah hari ketika Allah SWT menciptakan makhluk.
7. Tujuh yang tiada delapannya ialah langit yang tujuh lapis. Allah SWT berfirman, “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. ” (Al-Mulk: 3).
8. Delapan yang tiada sembilannya ialah malaikat pemikul Arsy ar- Rahman. Allah SWT berfirman, “Dan malaikat- malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung Arsy Rabbmu di atas(kepala) mereka.” (Al- Haqah: 17).
9. Sembilan yang tiada sepuluhnya adalah mu ’jizat yang diberikan kepada Nabi Musa : tongkat, tangan yang bercahaya, angin topan, musim paceklik, katak, darah, kutu dan belalang dan batu yg memancarkan 12 mata air.
10. Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh ialah kebaikan. Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka untuknya sepuluh kali lipat. ” (Al-An’am: 160).
11. Sebelas yang tiada dua belasnya ialah jumlah saudara-saudara Yusuf .
12. Dua belas yang tiada tiga belasnya ialah mu ’jizat Nabi Musa yang terdapat dalam firman Allah, “Dan ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, ‘Pukulah batu itu dengan tongkatmu.” Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. ” (Al-Baqarah: 60).
13. Tiga belas yang tiada empat belasnya ialah jumlah saudara Yusuf ditambah dengan ayah dan ibunya.
14. Adapun sesuatu yang bernafas namun tidak mempunyai ruh adalah waktu Shubuh. Allah SWT berfirman, “dan waktu subuh apabila fajarnya mulai menyingsing ” (At- Takwir: 18).
15. Kuburan yang membawa isinya adalah ikan yang menelan Nabi Yunus AS.
16. Mereka yang berdusta namun masuk ke dalam surga adalah saudara-saudara Yusuf , yakni ketika mereka erkata kepada ayahnya, “Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba lomba dan kami tinggalkan usuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala. ” Setelah kedustaan terungkap, Yusuf berkata kepada mereka, ” tak ada cercaaan ter-hadap kalian. ” Dan ayah mereka Ya’qub berkata, “Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ”
17. Sesuatu yang diciptakan Allah namun tidak Dia sukai adalah suara keledai. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara keledai. ” (Luqman:19).
18. Makhluk yang diciptakan Allah tanpa bapak dan ibu adalah Nabi Adam, malaikat, unta Nabi Shalih dan ambing Nabi Ibrahim.
19. Makhluk yang diciptakan dari api adalah Iblis, yang diadzab dengan api ialah Abu Jahal dan yang terpelihara dari api adalah Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman, “Wahai api dinginlah dan selamatkan Ibrahim.” (Al-Anbiya’: 69).
20. Makhluk yang terbuat dari batu adalah unta Nabi Shalih, yang diadzab dengan batu adalah tentara bergajah dan yang terpelihara dari batu adalah Ash-habul Kahfi (penghuni gua).
21. Sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap perkara besar adalah tipu daya wanita, sebagaimana firman Allah SWT, “Sesungguhnya tipu daya kaum wanita itu sangatlah besar. ” (Yusuf:28).
22. Adapun pohon yang memiliki 12 ranting setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 dibawah teduhan dan dua di bawah sinaran matahari maknanya: Pohon adalah tahun, ranting adalah bulan, daun adalah hari dan buahnya adalah shalat yang lima waktu, tiga dikerjakan di malam hari dan dua di siang hari. Pendeta dan para hadirin merasa takjub mendengar jawaban pemuda muslim tersebut. Kemudian ia pamit dan beranjak hendak pergi. Namun ia mengurungkan niatnya dan meminta kepada pendeta agar menjawab satu pertanyaan saja. Permintaan ini disetujui oleh sang pendeta. Pemuda ini berkata, “ Apakah kunci surga itu?” Mendengar pertanyaan itu lidah sang pendeta menjadi kelu, hatinya diselimuti keraguan dan rona wajahnya pun berubah. Ia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya, namun hasilnya nihil. Orang-orang yang hadir di gereja itu terus mendesaknya agar menjawab pertanyaan tersebut, namun ia berusaha mengelak. Mereka berkata, “Anda telah melontarkan 22 pertanyaan kepadanya dan semuanya ia jawab, sementara ia hanya memberimu satu pertanyaan namun anda tidak mampu menjawabnya!”

Pendeta tersebut berkata,
“ Sungguh aku mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, namun aku takut kalian marah. ” Mereka menjawab, “Kami akan jamin keselamatan anda.” Sang pendeta pun berkata, “Jawabannya ialah: Asyhadu an la Ilaha Illallah wa anna Muhammadar Rasulullah. ” Lantas sang pendeta dan orang-orang yang hadir di gereja itu memeluk agama Islam. Sungguh Allah telah menganugrahkan kebaikan dan menjaga mereka dengan Islam melalui tangan seorang pemuda muslim yang bertakwa.

Kisah Hanafi Kecil & Orang Atheis Tentang Tuhan

Syaikh Habban berkata, “Anakku, inilah yang sedang kurenungkan dari tadi. Aku menerima surat dari raja, memerintahkan aku agar segera datang ke kota. Di sana sedang ada bencana besar dengan datangnya seorang Dahry (Atheis). Si Dahry telah menantang para ulama untuk berdebat dan mengadu hujjah tentang ada atau tidak adanya Tuhan. Si Dahry tentu saja berpendirian bahwa Tuhan itu tidak ada. Raja memintaku untuk menghadapi si Dahry. Pohon besar dalam mimpimu itu adalah aku. Babi itu adalah si Dahry. Sedangkan ular kecil itu adalah engkau, anakku. Sekarang pergilah menghadap Raja atas namaku. Allah menyertaimu.”

Ketika Hanafi kecil menghadap Raja dengan membawa surat balasan, Sang Raja agak terkejut. Anak belasan tahun berani menghadapi si Dahry. Namun Raja sadar bahwa Syaikh Habban adalah seorang khawwashul khawwash.

Pada hari yang ditentukan, persidangan pun diadakan dengan dihadiri orang banyak. Ketika mengetahui bahwa lawannya adalah seorang anak kecil, si Dahry protes, “Tuanku, saya keberatan melakukan perdebatan dengan seorang anak kecil.”

Mendengar protes si Dahry, Hanafi kecil mengacungkan tangan dan bersuara dengan lantang, “Tuanku Raja yang mulia, saya juga sangat berkeberatan untuk melakukan debat dengan ‘orang yang tidak punya aqal’ seperti si Dahry ini.

Si Dahry mencak-mencak di hadapan Raja karena merasa terhina, “Tuanku, saya telah dihina di depan umum. Saya mohon agar Tuanku Raja menangkap anak kecil ini atau guru yang memberi kuasa kepadanya.”

Hanafi kecil membantahnya, “Tuanku Raja, ini adalah awal perdebatan. Bukan suatu penghinaan.”

Raja agak heran dan bertanya, “Hai anak kecil, apa alasanmu bahwa ucapanmu itu bukan suatu penghinaan?”

Hanafi kecil berdiri sambil menudingkan tangannya kepada si Dahry, “Hai Dahry! Kalau Anda mengaku beraqal, coba buktikan, di depan saya dan persidangan ini, mana dia aqal Anda, bagaimana bentuknya, apa warnanya? Silahkan buktikan kepada kami jika aqal Anda memang benar-benar ada. Agar kami semua bisa menyaksikannya.”

Si Dahry bertambah marah, “Hai anak ingusan! Itu pertanyaan gila dan tolol. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat menunjukkan bentuk, rupa dan warna aqalnya. Pertanyaan bodoh, hai anak kecil!”

Dengan tersenyum si Hanafi kecil berkata, “Hai Dahry, pertanyaan Anda lebih bodoh dari pertanyaan saya. Kenapa Anda hendak meminta dibuktikan bentuk dan rupa Tuhan, sedang Anda sendiri tidak bisa membuktikan bentuk dan rupa aqal Anda.”

Si Dahry pun diam seribu bahasa. Dia merasa terjebak dengan perkataannya sendiri

Ada kisah menarik yang tertulis di buku al Aqidah al Islamiyyah wa Ususuha. Siang, ketika mengisi perkuliahan, seorang dosen mempertanyakan kepada segenap mahasiswanya, “Apakah Tuhan itu ada ?” “Ada.” Jawab semua mahasiswa kompak. “Kalau ada, apa buktinya?” kata dosen melanjutkan, “Kita hanya meyakini dan mengimani sesuatu yang bisa kita indra saja. Kalau Tuhan tidak bisa kita lihat, maka kita tidak bisa mengimaninya.” Para mahasiswa terkesiap, ternyata dosennya adalah orang yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan. Untuk beberapa saat, suasana hening. Setelah itu, ada seorang mahasiswa yang duduk dibelakang mengangkat jarinya ingin memberikan jawaban, “Apakah kita hanya meyakini sesuatu yang kasat mata saja; bisa diindra?” “Ya.”jawab dosen tadi. Mahasiswa ini melanjutkan, “Kalau begitu, saya berpendapat bahwa pak dosen tidak punya otak karena saya tidak melihat otak bapak.” Dosen ini tercekat. Terdiam. Wajahnya merah padam karena malu. Mungkin ia berpikir juga, “Betul juga ya, otak saya mana?” ha ha, dasar orang atheis.


IMAM ABU HANIFAH R.A menjawab pertanyaan para atheis:

I.Kapan Allah itu ada?

Atheis : Pada tahun berapa Robbmu dilahirkan?
Abu Hanifah :Allah berfirman: "Dia (Allah) tidak melahirkan dan tidak dilahirkan."
Atheis : ada tahun berapa Dia berada?
Abu Hanifah : Dia berada sebelum adanya sesuatu.
Atheis :Kami mohon diberi contoh yang lebih jelas dari kenyataan!
Abu Hanifah :Angka berapa sebelum angka empat?
Atheis :Angka Tiga
Abu Hanifah :Angka berapa sebelum angka tiga?
Atheis :Angka dua
Abu Hanifah :Angka berapa sebelum angka dua?
Atheis :Angka satu
Abu Hanifah :Angka berapa sebelum angka satu?
Atheis :Tidak ada angka (nol).
Abu Hanifah :Kalau sebelum angka satu tidak ada angka lain yang mendahuluinya, kenapa kalian heran kalau sebelum Allah Yang Maha Satu yang hakiki, tidak ada yang mendahului-Nya?

ada yg bilang ad -1,-2,-3....tapi tetep aja kn baliknya ke angka 1....

II. Maksud Allah Menghadap Wajahnya

Atheis: Kemana Robbmu menghadapkan wajahnya?
Abu Hanifah: Kalau kalian membawa lampu di gelap malam,kemana lampu itu menghadapkan wajahnya?
Atheis: Ke seluruh penjuru.
Abu Hanifah: Kalau demikian halnya dengan lampu yang cuma
buatan itu, bagaimana dengan Allah Ta'ala, nur cahaya langit dan bumi?

III. Zat Allah SWT

Atheis: Tunjukkan kepada kami tentang zat Robbmu, apakah ia benda padat seperti besi, atau cair seperti air, atau menguap seperti gas?
Abu Hanifah: Pernahkah kalian mendampingi orang sakit yang akan meninggal?
Atheis: Ya, pernah.
Abu Hanifah: Semula ia berbicara dengan kalian dan mengge rak-gerakkan anggota tubuhnya. Lalu tiba-tiba diam dan tidak bergerak. Nah apa yang menimbulkan perubahan itu?
Atheis: Karena nyawanya telah meninggalkan tubuhnya.
Abu Hanifah: Apakah waktu keluarnya nyawa itu kalian masih ada disana?
Atheis: Ya, kami masih ada
Abu Hanifah:Ceritakanlah kepadaku, apakah nyawanya itu benda padat, seperti besi, atau cair seperti air, atau menguap seperti gas?
Atheis: Entahlahlah kami tidak tahu.
Abu Hanifah: Kalau kalian tidak bisa mengetahui bagaimana zat maupun bentuk nyawa yang hanya sebuah makhluk,
bagaimana kalian bisa memaksaku untuk mengutarakan zat Allah Ta'ala?!!

IV. Dimana Allah SWT

Atheis: Dimana kira-kira Robbmu itu berada?
Abu Hanifah: Kalau kami membawa segelas susu segar ke sini, apakah kalian yakin kalau dalam susu itu terdapat zat minyaknya (lemak)
Atheis: Tentu
Abu Hanifah: Tolong perlihatkan padaku, dimana adanya Zat minyak itu
Atheis: Membaur dalam seluruh bagiannya
Abu Hanifah: Kalau minyak yang makhluk itu tidak mempunyai tempat khusus dalam susu tersebut, apakah layak
kalian meminta kepadaku untuk menetapkan tempat Allah ta'ala?

VI. Bukti Adanya Allah

Atheis: Perlihatkan bukti keberadaan Robbmu kalau memang dia ada
Abu Hanifah ra berbisik kepada khadamnya agar mengambil tanah liat, lalu dilemparkannya tanah liat itu ke kepala pemimpin orang atheis itu. Para hadirin gelisah melihat peristiwa itu, khawatir terjadi keributan, tetapi Abu Hanifah menjelaskan bahwa hal ini dalam rangka untuk menjelaskan jawaban yang di minta kepadanya. Hal ini membuat orang atheis mengenyitkan dahi,
Abu Hanifah: Apakah lemparan itu menimbulkan rasa sakit di kepala anda?
Atheis: Ya, tentu saja.
abu hanifah: Dimana letak sakitnya?
Atheis: Ya, ada pada luka ini.
Abu Hanifah: Tunjukkanlah padaku bahwa sakitnya itu memang ada, baru akan menunjukkan kepadamu dimana Robbku!
Orang atheis itu tidak menjawab tentu saja tidak bisa menunjukkan rasa sakitnya, karena itu adalah suatu rasa dan ghaib tapi rasa sakit itu memang ada.
Atheis: Baik dan buruk sudah ditakdirkan sejak azal, tetapi kenapa ada pahala dan siksa?
Abu hanifah: Kalau anda sudah mengerti bahwa baik dan buruk itu bagian takdir, mengapa anda kini menuntut aku agar di hukum karena melempar tanah liat ke dahi anda? bukankah perbuatan itu bagian dari takdir?

V. Takdir Allah SWT

Atheis: Kalau segala sesuatu sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, lalu apa kegiatan Robbmu kini?
Abu Hanifah: Ada pekerjaan-Nya yang dijelaskan dan ada pula yang tidak dijelaskan
Atheis: Kalau orang masuk syurga ada awalnya,
kenapa tidak ada akhirnya? Kenapa di syurga kekal selamanya?
Abu Hanifah: Hitungan angka pun ada awalnya tapi tidak ada akhirnya
Atheis: Bagaimana kita bisa makan dan minum disyurga tanpa buang air besar dan kecil?
Abu Hanifah: Kalian sudah mempraktekkannya ketika kalian berada di dalam perut ibu kalian. Hidup dan makan-minum selama sembilan bulan, akan tetapi tidak pernah buang air kecil dan besar disana. Baru kita lakukan hajat tersebut setelah keluar beberapa saat ke dunia.
Atheis: Bagaimana kebaikan syurga akan bertambah dan tidak akan habis-habisnya jika dengan dinafkahkan?
Abu Hanifah: Allah juga menciptakan sesuatu di dunia, yang bila dinafkahkan malah bertambah banyak,seperti ilmu. Semakin diberikan ilmu kita semakin berkembang dan tidak berkurang.
Atheis: Ya! sekarang apa yang sedang Robbmu kerjakan?
Abu Hanifah: Tuan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dari atas mimbar, sedangkan saya menjawabnya dari atas lantai. Maka untuk menjawab pertanyaan tuan, saya mohon tuan turun dari atas mimbar dan saya akan menjawabnya di tempat tuan. (Ilmuwan kafir itu turun dari mimbarnya, dan Abu Hanifah naik di atas.)
Abu Hanifah: Baiklah, sekarang saya akan menjawab pertanyaan tuan. Tuan bertanya apa pekerjaan Allah sekarang? (Ilmuwan kafir mengangguk) Pekerjaan-Nya sekarang ialah bahawa apabila di atas mimbar sedang berdiri seorang kafir yang tidak hak seperti tuan, Dia akan menurunkannya seperti sekarang, sedangkan apabila ada seorang mukmin di lantai yang berhak, dengan segera itu pula Dia akan mengangkatnya ke atas mimbar, demikian pekerjaan Allah setiap waktu".

Para hadirin puas dengan jawaban yang diberikan oleh Abu Hanifah dan begitu pula dengan orang kafir itu. Akhirnya perdebatan itu berakhir dengan masuk Islamnya para atheis tersebut di tangan Al Imam abu hanifah radhiallahu.

Kisah Sahabat Ali Bin Abi Thalib & Pendeta Yahudi

Di kala Umar Ibnul Khattab memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka berkata kepada Khalifah: “Hai Khalifah Umar, anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar. Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada anda.
Jika anda dapat memberi jawaban kepada kami, barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban, berarti bahwa agama Islam itu bathil dan Muhammad bukan seorang Nabi.”
“Silahkan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan,” sahut Khalifah Umar.
“Jelaskan kepada kami tentang induk kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?” Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanyaannya. “Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu? Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin! Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau atau induknya! Beritahukan kepada kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak) di saat ia sedang berkicau! Apakah yang dikatakan oleh ayam jantan di kala ia sedang berkokok! Apakah yang dikatakan oleh kuda di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh katak di waktu ia sedang bersuara? Apakah yang dikatakan oleh keledai di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh burung pipit pada waktu ia sedang berkicau?”
Khalifah Umar menundukkan kepala untuk berfikir sejenak, kemudian berkata: “Bagi Umar, jika ia menjawab ‘tidak tahu’ atas pertanyaan-pertanyaan yang memang tidak diketahui jawabannya, itu bukan suatu hal yang memalukan!”
Mendengar jawaban Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata: “Sekarang kami bersaksi bahwa Muhammad memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah bathil!”
Salman Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu: “Kalian tunggu sebentar!”
Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata: “Ya Abal Hasan, selamatkanlah agama Islam!”
Imam Ali r.a. bingung, lalu bertanya: “Mengapa?”
Salman kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar Ibnul Khattab. Imam Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai burdah (selembar kain penutup punggung atau leher) peninggalan Rasul Allah s.a.w. Ketika Umar melihat Ali bin Abi Thalib datang, ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkata: “Ya Abal Hasan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!”
Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Ali bin Abi Thalib herkata: “Silakan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasul Allah s.a.w. sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!”
Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata: “Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!”
“Ya baik!” jawab mereka.
“Sekarang tanyakanlah satu demi satu,” kata Ali bin Abi Thalib.
Mereka mulai bertanya: “Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?”
“Induk kunci itu,” jawab Ali bin Abi Thalib, “ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik pria maupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai ke hadhirat Allah!”
Para pendeta Yahudi bertanya lagi: “Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?”
Ali bin Abi Thalib menjawab: “Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!”
Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata: “Orang itu benar juga!” Mereka bertanya lebih lanjut: “Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya!”
“Kuburan itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta,” jawab Ali bin Abi Thalib. “Nabi Yunus as. dibawa keliling ketujuh samudera!”
Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi: “Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!”
Ali bin Abi Thalib menjawab: “Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman putera Nabi Dawud alaihimas salam. Semut itu berkata kepada kaumnya: “Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sadar!”
Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya: “Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan di atas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun di antara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!”
Ali bin Abi Thalib menjawab: “Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular).”
Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali r.a. lalu mengatakan: “Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!”
Tetapi seorang pendeta lainnya, bangun berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepada anda.”
“Tanyakanlah apa saja yang kau inginkan,” sahut Imam Ali.
“Coba terangkan kepadaku tentang sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati selama 309 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah. Bagaimana hikayat tentang mereka itu?” Tanya pendeta tadi.
Ali bin Ali Thalib menjawab: “Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah s.w.t. kepada Rasul-Nya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu.”
Pendeta Yahudi itu menyahut: “Aku sudah banyak mendengar tentang Qur’an kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!”
Ali bin Abi Thalib kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut ke depan perut, lalu ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang. Lalu ia berkata: “Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasul Allah s.a.w. kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah itu terjadi di negeri Romawi, di sebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus. Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu ialah Aphesus (Ephese). Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama menjadi Tharsus (Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki). Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius. Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim. Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus. Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah Istana.”
Baru sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya: “Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya!”
Ali bin Abi Thalib menerangkan: “Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana yang sangat megah, terbuat dari batu marmar. Panjangnya satu farsakh (= kl 8 km) dan lebarnya pun satu farsakh. Pilar-pilarnya yang berjumlah seribu buah, semuanya terbuat dari emas, dan lampu-lampu yang berjumlah seribu buah, juga semuanya terbuat dari emas. Lampu-lampu itu bergelantungan pada rantai-rantai yang terbuat dari perak. Tiap malam apinya dinyalakan dengan sejenis minyak yang harum baunya. Di sebelah timur serambi dibuat lubang-lubang cahaya sebanyak seratus buah, demikian pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak mulai terbit sampai terbenam selalu dapat menerangi serambi. Raja itu pun membuat sebuah singgasana dari emas. Panjangnya 80 hasta dan lebarnya 40 hasta. Di sebelah kanannya tersedia 80 buah kursi, semuanya terbuat dari emas. Di situlah para hulubalang kerajaan duduk. Di sebelah kirinya juga disediakan 80 buah kursi terbuat dari emas, untuk duduk para pepatih dan penguasa-penguasa tinggi lainnya. Raja duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkota di atas kepala.”
Sampai di situ pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata: “Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat?”
“Hai saudara Yahudi,” kata Imam Ali menerangkan, “mahkota raja itu terbuat dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi kegelapan malam. Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari anak-anak para hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna merah. Celana mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias dengan gelang-gelang kaki yang sangat indah. Masing-masing diberi tongkat terbuat dari emas. Mereka harus berdiri di belakang raja. Selain mereka, raja juga mengangkat 6 orang, terdiri dari anak-anak para cendekiawan, untuk dijadikan menteri-menteri atau pembantu-pembantunya. Raja tidak mengambil suatu keputusan apa pun tanpa berunding lebih dulu dengan mereka. Enam orang pembantu itu selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di sebelah kanan dan yang tiga orang lainnya berdiri di sebelah kiri.”
Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi. Lalu berkata: “Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar, coba sebutkan nama enam orang yang menjadi pembantu-pembantu raja itu!”
Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a. menjawab: “Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang yang berdiri di sebelah kanan raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai segala urusan.
Tiap hari setelah raja duduk dalam serambi istana dikerumuni oleh semua hulubalang dan para punggawa, masuklah tiga orang pelayan menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala emas penuh berisi wewangian murni. Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari bunga. Sedang yang seorangnya lagi membawa seekor burung. Orang yang membawa burung ini kemudian mengeluarkan suara isyarat, lalu burung itu terbang di atas piala yang berisi air sari bunga. Burung itu berkecimpung di dalamnya dan setelah itu ia mengibas-ngibaskan sayap serta bulunya, sampai sari-bunga itu habis dipercikkan ke semua tempat sekitarnya.
Kemudian si pembawa burung tadi mengeluarkan suara isyarat lagi. Burung itu terbang pula. Lalu hinggap di atas piala yang berisi wewangian murni. Sambil berkecimpung di dalamnya, burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan bulunya, sampai wewangian murni yang ada dalam piala itu habis dipercikkan ke tempat sekitarnya. Pembawa burung itu memberi isyarat suara lagi. Burung itu lalu terbang dan hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua sayap yang harum semerbak di atas kepala raja.
Demikianlah raja itu berada di atas singgasana kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu ia tidak pernah diserang penyakit apa pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut, demam, berliur, berludah atau pun beringus. Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan sehat, ia mulai congkak, durhaka dan dzalim. Ia mengaku-aku diri sebagai “tuhan” dan tidak mau lagi mengakui adanya Allah s.w.t.
Raja itu kemudian memanggil orang-orang terkemuka dari rakyatnya. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau tidak bersedia mengikuti kemauannya, ia akan segera dibunuh. Oleh sebab itu semua orang terpaksa mengiakan kemauannya. Dalam masa yang cukup lama, semua orang patuh kepada raja itu, sampai ia disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi memuja dan menyembah Allah s.w.t.
Pada suatu hari perayaan ulang-tahunnya, raja sedang duduk di atas singgasana mengenakan mahkota di atas kepala, tiba-tiba masuklah seorang hulubalang memberi tahu, bahwa ada balatentara asing masuk menyerbu ke dalam wilayah kerajaannya, dengan maksud hendak melancarkan peperangan terhadap raja. Demikian sedih dan bingungnya raja itu, sampai tanpa disadari mahkota yang sedang dipakainya jatuh dari kepala. Kemudian raja itu sendiri jatuh terpelanting dari atas singgasana. Salah seorang pembantu yang berdiri di sebelah kanan –seorang cerdas yang bernama Tamlikha– memperhatikan keadaan sang raja dengan sepenuh fikiran. Ia berfikir, lalu berkata di dalam hati: “Kalau Diqyanius itu benar-benar tuhan sebagaimana menurut pengakuannya, tentu ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak buang air kecil atau pun air besar. Itu semua bukanlah sifat-sifat Tuhan.”
Enam orang pembantu raja itu tiap hari selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang dari mereka secara bergiliran. Pada satu hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima orang temannya. Mereka berkumpul di rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan minum. Teman-temannya bertanya: “Hai Tamlikha, mengapa engkau tidak mau makan dan tidak mau minum?”
“Teman-teman,” sahut Tamlikha, “hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak ingin makan dan tidak ingin minum, juga tidak ingin tidur.”
Teman-temannya mengejar: “Apakah yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?”
“Sudah lama aku memikirkan soal langit,” ujar Tamlikha menjelaskan. “Aku lalu bertanya pada diriku sendiri: ‘siapakah yang mengangkatnya ke atas sebagai atap yang senantiasa aman dan terpelihara, tanpa gantungan dari atas dan tanpa tiang yang menopangnya dari bawah? Siapakah yang menjalankan matahari dan bulan di langit itu? Siapakah yang menghias langit itu dengan bintang-bintang bertaburan?’ Kemudian kupikirkan juga bumi ini: ‘Siapakah yang membentang dan menghamparkan-nya di cakrawala? Siapakah yang menahannya dengan gunung-gunung raksasa agar tidak goyah, tidak goncang dan tidak miring?’ Aku juga lama sekali memikirkan diriku sendiri: ‘Siapakah yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku? Siapakah yang memelihara hidupku dan memberi makan kepadaku? Semuanya itu pasti ada yang membuat, dan sudah tentu bukan Diqyanius’…”
Teman-teman Tamlikha lalu bertekuk lutut di hadapannya. Dua kaki Tamlikha diciumi sambil berkata: “Hai Tamlikha dalam hati kami sekarang terasa sesuatu seperti yang ada di dalam hatimu. Oleh karena itu, baiklah engkau tunjukkan jalan keluar bagi kita semua!”
“Saudara-saudara,” jawab Tamlikha, “baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain harus lari meninggalkan raja yang dzalim itu, pergi kepada Raja pencipta langit dan bumi!”
“Kami setuju dengan pendapatmu,” sahut teman-temannya.
Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil mendapat uang sebanyak 3 dirham. Uang itu kemudian diselipkan dalam kantong baju. Lalu berangkat berkendaraan kuda bersama-sama dengan lima orang temannya.
Setelah berjalan 3 mil jauhnya dari kota, Tamlikha berkata kepada teman-temannya: “Saudara-saudara, kita sekarang sudah terlepas dari raja dunia dan dari kekuasaannya. Sekarang turunlah kalian dari kuda dan marilah kita berjalan kaki. Mudah-mudahan Allah akan memudahkan urusan kita serta memberikan jalan keluar.”
Mereka turun dari kudanya masing-masing. Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki mereka bengkak berdarah karena tidak biasa berjalan kaki sejauh itu.
Tiba-tiba datanglah seorang penggembala menyambut mereka. Kepada penggembala itu mereka bertanya: “Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu?”
“Aku mempunyai semua yang kalian inginkan,” sahut penggembala itu. “Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan. Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Coba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian itu!”
“Ah…, susahnya orang ini,” jawab mereka. “Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?”
“Ya,” jawab penggembala itu.
Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil menciumi kaki mereka, ia berkata: “Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian.”
Tamlikha bersama teman-temannya berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing miliknya.”
Waktu cerita Imam Ali sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi sambil berkata: “Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya?”
“Hai saudara Yahudi,” kata Ali bin Abi Thalib memberitahukan, “kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qithmir. Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya: kita khawatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahasia kita! Mereka minta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu.
Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan lancar dan jelas sekali: “Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Allah, tak ada sekutu apa pun bagi-Nya. Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku mendekatkan diriku kepada Allah s.w.t.”
Anjing itu akhirnya dibiarkan saja. Mereka lalu pergi. Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka mendekati sebuah gua.”
Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, bangun lagi dari tempat duduknya sambil berkata: “Apakah nama gunung itu dan apakah nama gua itu?!”
Imam Ali menjelaskan: “Gunung itu bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau di sebut juga dengan nama Kheram!”
Ali bin Abi Thalib meneruskan ceritanya: secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur mata-air deras sekali. Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di tempat itu. Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua. Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga ndeprok sambil menjulurkan dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua. Kemudian Allah s.w.t. memerintahkan Malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka. Kepada masing-masing orang dari mereka Allah s.w.t. mewakilkan dua Malaikat untuk membalik-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri.
Suatu ketika waktu raja Diqyanius baru saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang pembantunya. Ia mendapat jawaban, bahwa mereka itu melarikan diri. Raja Diqyanius sangat gusar. Bersama 80.000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menyelusuri jejak enam orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahwa enam orang itu benar-benar sedang tidur.
Kepada para pengikutnya ia berkata: “Kalau aku hendak menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggillah tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari!”
Setelah tukang-tukang batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu dan jish (bahan semacam semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para pengikutnya: “Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu.”
Dalam guha tertutup rapat itu, mereka tinggal selama 309 tahun.
Setelah masa yang amat panjang itu lampau, Allah s.w.t. mengembalikan lagi nyawa mereka. Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya: “Malam tadi kami lupa beribadah kepada Allah, mari kita pergi ke mata air!”
Setelah mereka berada di luar gua, tiba-tiba mereka lihat mata air itu sudah mengering kembali dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi kering semuanya. Allah s.w.t. membuat mereka mulai merasa lapar. Mereka saling bertanya: “Siapakah di antara kita ini yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak dengan lemak-babi.”
Tamlikha kemudian berkata: “Hai saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini!”
Setelah Tamlikha memakai baju penggembala, ia berangkat menuju ke kota. Sepanjang jalan ia melewati tempat-tempat yang sama sekali belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang belum pernah diketahui. Setibanya dekat pintu gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar di angkasa bertuliskan: “Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah.”
Tamlikha berhenti sejenak memandang bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri: “Kusangka aku ini masih tidur!” Setelah agak lama memandang dan mengamat-amati bendera, ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil. Ia berpapasan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjaja roti: “Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?”
“Aphesus,” sahut penjual roti itu.
“Siapakah nama raja kalian?” tanya Tamlikha lagi. “Abdurrahman,” jawab penjual roti.
“Kalau yang kau katakan itu benar,” kata Tamlikha, “urusanku ini sungguh aneh sekali! Ambillah uang ini dan berilah makanan kepadaku!”
Melihat uang itu, penjual roti keheran-heranan. Karena uang yang dibawa Tamlikha itu uang zaman lampau, yang ukurannya lebih besar dan lebih berat.
Pendeta Yahudi yang bertanya itu kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Hai Ali, kalau benar-benar engkau mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang lama itu dibanding dengan uang baru!”
Imam Ali menerangkan: “Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa uang yang dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama sama dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru!”
Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya: Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha: “Aduhai, alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan ku hadapkan kepada raja!”
“Aku tidak menemukan harta karun,” sangkal Tamlikha. “Uang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga tiga dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanius!”
Penjual roti itu marah. Lalu berkata: “Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu itu kepadaku? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yang mengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun yang silam! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku?”
Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berfikir dan bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha: “Bagaimana cerita tentang orang ini?”
“Dia menemukan harta karun,” jawab orang-orang yang membawanya.
Kepada Tamlikha, raja berkata: “Engkau tak perlu takut! Nabi Isa a.s. memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu. Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan selamat.”
Tamlikha menjawab: “Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun! Aku adalah penduduk kota ini!”
Raja bertanya sambil keheran-heranan: “Engkau penduduk kota ini?”
“Ya. Benar,” sahut Tamlikha.
“Adakah orang yang kau kenal?” tanya raja lagi.
“Ya, ada,” jawab Tamlikha.
“Coba sebutkan siapa namanya,” perintah raja.
Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan. Mereka berkata: “Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?”
“Ya, tuanku,” jawab Tamlikha. “Utuslah seorang menyertai aku!”
Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan: “Inilah rumahku!”
Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Ia terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang: “Kalian ada perlu apa?”
Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut: “Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!”
Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya: “Siapa namamu?”
“Aku Tamlikha anak Filistin!”
Orang tua itu lalu berkata: “Coba ulangi lagi!”
Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap: “Ini adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang di antara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius, raja durhaka.” Kemudian diteruskannya dengan suara haru: “Ia lari berlindung kepada Yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa as., dahulu telah memberitahukan kisah mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka itu akan hidup kembali!”
Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian di laporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya: “Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?”
Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua.
“Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua,” demikian Imam Ali melanjutkan ceritanya.
Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka: “Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini. Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!”
Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata: “Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanius!”
Tamlikha menukas: “Ada urusan apa dengan Diqyanius? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?”
“Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja,” jawab mereka.
“Tidak!” sangkal Tamlikha. “Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun! Diqyanius sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!”
Teman-teman Tamlikha menyahut: “Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad?”
“Lantas apa yang kalian inginkan?” Tamlikha balik bertanya.
“Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga,” jawab mereka.
Mereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa: “Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!”
Allah s.w.t. mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut kembali nyawa mereka. Kemudian Allah s.w.t. melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk lainnya ke dalam gua. Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang betapa hebatnya kekuasaan Allah s.w.t. Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang diperlihatkan Allah kepada mereka.
Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata: “Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu gua itu.”
Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula: “Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua itu.”
Dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama Islam. Dengan terjadinya peristiwa tersebut, maka Allah berfirman:
Dan begitulah Kami menyerempakkan mereka, supaya mereka mengetahui bahawa janji Allah adalah benar, dan bahawa Saat itu tidak ada keraguan padanya. Apabila mereka berbalahan antara mereka dalam urusan mereka, maka mereka berkata, “Binalah di atas mereka satu bangunan; Pemelihara mereka sangat mengetahui mengenai mereka.” Berkata orang-orang yang menguasai atas urusan mereka, “Kami akan membina di atas mereka sebuah masjid.”
Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib berhenti menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu: “Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka. Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian?”
Pendeta Yahudi itu menjawab: “Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun! Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah serta Rasul-Nya. Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan ummat ini!”
Demikianlah hikayat tentang para penghuni gua (Ashhabul Kahfi), kutipan dari kitab Qishasul Anbiya yang tercantum dalam kitab Fadha ‘ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadha Al Huseiniy Al Faruz Aabaad, dalam menunjukkan banyaknya ilmu pengetahuan yang diperoleh Imam Ali bin Abi Thalib dari Rasul Allah s.a.w.
‘Ali bin ‘Abi Thalib ? adalah menantu Rasulillah ? yang mendapat nama kehormatan (kuniyyah) Abu Turab (Bapaknya tanah) dari Rasulillah ?. Abu Turab adalah panggilan yang paling disenangi oleh ‘Ali karena nama kehormatan ini kenang-kenangan berharga dari Nabi ? yang mulia. Ia dibai’at menjadi Khalifah pada hari Jumat tanggal 25 Dzul-Chijjah tahun 35 Hijriyyah (4 Juni 656 M).
Sabda Nabi ?:
-
“Niscaya besok pagi bendera ini akan saya berikan pada seorang lelaki yang telah diberi kemenangan karena usahanya. Ia dicintai Allah dan Utusan Allah dan utusan Allah juga mencintainya”.
Pada masa perang Khaibar bulan Shafar tahun tujuh Hijriyah dia telah menjadi tokoh utama bagi umat Islam pada umumnya. Setelah sabda yang menggiurkan tersebut terucap, para shahabat membicarakan siapa orang beruntung yang akan mendapatkan kehormatan tersebut. Setelah itu mereka semua berambisi menjadi tokoh agung tersebut.
Di suatu pagi yang indah semua sahabat termasuk Umar? yang tidak pernah ingin menjadi pemimpin, berkeinginan untuk terpilih. Ternyata Ali bin Abi Talib ? lah yang menerima kesempatan besar tersebut. Ali bin Abi Talib ? juga dianugerahi karena telah membunuh Talha ibn’ Uthman di perang Uhud pada bulan Syawal tahun 3 (tiga) Hijriyyah (Januari 625 M)
Talha bin ‘Uthman pembawa bendera kaum musyrik berkata,” Wahai para golongan sahabat Muhammad, engkau yang berkeyakinan bahwa Tuhan akan mempercepat kami ke neraka dengan pedang kalian, dan mempercepat kamu ke surga melalui pedang kami. Sekarang siapakah yang sanggup mempercepat diri kalian ke Surga karena pedang kami atau mempercepat kami ke neraka dengan pedang kalian? Ali akhirnya menerima tantangan tersebut, bergerak cepat memukul mematahkan kakinya. Ia jatuh hingga terlihat auratnya karena kain yang ia kenakan tersingkap, dan memohon kepada Ali agar takut kepada Allah dan meminta-minta menjadi sahabatnya, lalu Ali meninggalkannya. Tiba-tiba Nabi? memekikan takbir demi melihat pemandangan tersebut dan bertanya,”Apa yang membuatmu tidak menghabisinya? Ali menjawab?,”Ia memohon-mohon padaku untuk memperhatikan Allah dan keluarga kami, sehingga saya merasa enggan”.[Al-Kamil fit-Tarikh 1 / 294]
Thabrani murid Achmad bin ‘Ali Abu al-Abbar murid Umayyad murid Uthman ibn’ Abdir-Rahman murid Isma’il ibn Rashid bercerita tentang kematian ‘Ali ibn’ Abi Talib ? , yang bertepatan dengan hari Jum’at 17 Ramadan tahun 40 Hijriyyah (24 January 661M): Konon termasuk Hadits Ibnu Muljam dan shahabat-shabatnya yang dilaknat Allah ialah: Memang ‘Abdur-Rahman bin Muljam, Al-Barku bin ‘Abdillah dan ‘Amer bin Bakr At-Taimi mengadakan pertemuan di Makkah untuk membahas tentang ihwal masyarakat umum dan mencela perbuatan tokoh-tokoh besar Muslimiin. Pembicaraan tersebut berkembang ke arah pembahasan kepedulian mereka pada penduduk kota Nahar yang dulu pernah diperangi ‘Ali ?. Mereka berkata, “Demi Allah kita ini belum berjasa sebanyak tokoh-tokoh (Khawarij) yang telah mendahului kita. Tokoh-tokoh pendahulu kita telah menjadi dai yang mengajak orang-orang agar beribadah pada Tuhan mereka, dan di dalam beribadah mereka tidak takut caci-makian orang mencaci-maki. Hendaklah kita-kita ini mengorbankan diri-kita dengan cara mendatangi dan memastikan tokoh-tokoh besar Muslimiin terbunuh, sebagai upaya agar penduduk-kota kita tidak dendam dan agar dendam pendahulu kita terbalas. Ibnu Muljam yang konon sebagai penduduk Mesir berkata, “Sayalah yang membereskan urusan kalian berupa menghabisi ‘Ali ?.” Al-Barku bin ‘Abdillah berkata, “Sayalah yang akan membereskan urusan kalian berupa menghabisi Mu’awiyyah bin Abi Sufyan.” ‘Amer bin Bakr At-Tamimi berkata, “Sayalah yang akan membereskan urusan kalian berupa menghabisi ‘Amer bin ‘Ash.”
Tiga orang yang terancam kematiannya ini tokoh besar ummat Islam yang saat itu namanya menggetarkan dunia karena saat itu zaman kejayaan Islam:
1. ’Ali bin Abi Thalib ? sebagai Khalifah yang sangat agung.
2. Mu’awiyyah sebagi Gubernur yang sangat berpengaruh karena pernah menjadi sekretaris Rasulillah ?.
3. ‘Amer bin ‘Ash orang yang pernah diangkat sebagai panglima perang oleh Abu Bakr, bahkan tergolong Umara’ul-Ajnad (semacam jendral besar).
Mereka bertiga membuat persekongkolan dan perjanjian rahasia yang diikat dengan sumpah demi Allah tak seorangpun dari mereka mem-batalkan rencananya sehingga berhasil membunuh sasaran mereka masing-masing atau mati karena rencana gila tersebut. Mereka bertiga mengambil pedang untuk diberi racun, dan membulatkan perjanjian bahwa masing-masing mereka bertiga akan menyerang korban mereka tanggal 17 Ramadhan. Mereka bertiga pergi ke kota yang dihuni oleh sasaran mereka masing-masing.
Ibnu Muljam Al-Muradi mendatangi sahabat-sahabatnya berada di kota Kufah, namun ia menyembunyikan rencananya karena takut akan ada yang mengetahuinya. Ibnu Muljam juga mendatangi teman-temannya dari keluarga besar Taimir-Rabab, yaitu sebuah keluarga besar yang pada zaman perang An-Nahar banyak yang mati terbunuh. Keluarga besar Taimir-Rabab membicarakan dan mengasihani keluarga mereka yang meninggal dalam peperangan tersebut. Kebetulan saat itu muncul seorang wanita bernama Qatham binti Sachnah dari keluarga besar Taimir-Rabab yang memendam dendam pada ‘Ali ? karena telah membunuh ayah dan saudara laki-lakinya dalam perang Nahar tersebut. Konon kecantikan Qatham binti Sachnah luar biasa (sempurna). Karena kecantikan Qatham binti Sachnah lah maka ia lupa dengan tujuan semula (tersihir). Ibnu Muljam melamar Qatham binti Sachnah. Qatham binti Sachnah menjawab, “Saya tidak akan menikah sehingga kau bisa mengobati sakit-hatiku.” Ibnu Muljam bertanya, “Sebetulnya apa yang kau inginkan?.” Ia menjawab, “Tiga ribu dinar dan budak laki-laki dan biduanita dan bunuhlah ‘Ali ?!.” Ibnu Muljam berkata, “Berarti ini sebagai maskawin untukmu. Namun apa betul kamu ingin ‘Ali dibunuh?.”
Diriwayatkan bahwa Ibnu Abi ‘Ayyasy Al-Muradi berkata, (Sebetulnya tidak ada maskawin yang lebih mahal dari pada membunuh ‘Ali bin Abi Thalib ?).”
Ia menjawab, “Betul!. Pastikan pembunuhan tersebut pada waktu-bulan-ghurrah (sekitar tanggal 15)!. Jika kau berhasil maka kita berdua puas, selanjutnya kita berdua hidup berbahagia penuh manfaat. Namun jika kau yang mati terbunuh, maka yang di sisi Allah jauh lebih baik dari pada dunia dan perhiasan penghuninya.” Ibnu Muljam berkata, “Sebetulnya kedatanganku kemari memang bertujuan membunuh dia.” Ia menjawab, “Jika tekadmu telah bulat kabarilah saya, saya akan menyuruh orang agar membantu dan mendukungmu.” Akhirnya Qatham perintah lelaki dari keluarganya yang menyanggupinya bernama Wardan. Ibnu Muljam mendatangi lelaki (shahabat karibnya) dari keluarga besar Asyja’ bernama Syabib bin Najdah untuk berkata, “Bukankah kau mau mendapatkan kejayaan dunia dan akhirat?.” Ia menjawab, “Apa maksudmu?.” Ibnu Muljam menjawab, “Membunuh ‘Ali ?.” Ia menjawab, “Kau ini gila. – Niscaya kau telah melakukan kegilaan yang nyata. Apa mungkin kau bisa membunuh dia?.” Ibnu Muljam berkata, “Saya akan bersembunyi di waktu sahur.
Jika ia telah keluar rumah untuk mengimami shalat shubuh, maka saat itu juga kita serang dan kita bunuh. Jika dalam rencana ini kita selamat maka kita puas dan dendam kita telah terbalas, namun jika kita mati maka pahala di sisi Allah jauh lebih baik dari pada dunia dan perhiasan penghuninya. Ia berkata, “Kau memang harus kubantu. Tapi kalau rencana ini ditujukan pada selain ‘Ali niscaya urusannya lebih ringan bagiku. Karena saya tahu sepenuhnya bahwa jasa dia di dalam Islam sangat besar. Ia juga termasuk shahabat Nabi ? yang awal.
Terus terang dalam hal ini saya merasa keberatan. Ibnu Muljam berkata, “Bukanakah kau sendiri tahu bahwa dia yang memerangi penduduk Nahar yang tekun beribadah dan shalat?.” Ia menjawab, “Betul.” Ibnu Muljam berkata, “Kita membunuh dia karena membalaskan saudara-saudara kita yang dia bunuh saat itu.” Setelah Syabib bin Najdah menyetujuinya, mereka bertiga segera berpamitan, “Kami semua telah mufakat akan membunuh ‘Ali ?,” pada Qatham yang saat itu sedang i’tikaf di dalam Masjid Agung. Qatham menjawab, “Jika kalian telah siap berangkat datanglah kemari lagi!.” Ibnu Muljam datang untuk berkata pada Qatham, “Saya dan dua teman saya telah berjanji akan bahwa masing-masing kami akan membunuh seorang tokoh besar.” Tak lama kemudian Qatham minta kain sutra untuk dibalutkan pada mereka bertiga, (mungkin untuk memberi mereka support).
Mereka bertiga mengambil pedang mereka masing-masing lalu selanjutnya berangkat menuju depan pintu yang biasanya dipergunakan keluar oleh ‘Ali ?. Akhirnya ‘Ali keluar untuk mengimami shalat shubuh sambil berkata, “Shalat shalat.” Syabib bin Najdah bergerak cepat menyerang ‘Ali dengan pedang, namun pedangnya menghantam gawan pintu atau ornament. Ibnu Muljam bergerak cepat memukul ujung kepala ‘Ali dengan pedang.
Wardan berlari cepat pulang ke rumahnya; dikejar anak laki-laki ibunya. Lelaki tersebut memasuki rumah Wardan di saat Wardan sedang melepas kain sutra dan meletakkan pedangnya. Lelaki tersebut bertanya, “Ada apa dengan kain sutra dan pedang ini?.” Wardan terpaksa berterus terang padanya. Lelaki tersebut bergegas pulang ke rumah untuk mengambil dan menebaskan pedangnya hingga Wardan mati.
Syabib melarikan diri ke arah pintu-gerbang-pintu-gerbang kota Kindah dikejar masya. Syabib roboh bersimbah darah karena kakinya dipedang dan dibanting oleh ‘Uwaimir dari Chadhramaut. Ketika masya pengejar Syabib telah makin dekat; saat itu Syabib telah menguasai pedangnya. ‘Uwaimir membiarkan Syabib kabur dan memasuki kerumunan masya dari pada dirinya terkena serangannya.
Ibnu Muljam jatuh saat melarikan diri dari kejaran lelaki dari Hamdan yang biasa dipanggil Aba Adama karena kakinya dipatahkan dengan pedang oleh lelaki tersebut. ‘Ali ? mendorong punggung (Ja’dah bin Hubairah bin Abi Wahb) agar mewakili mengimami jamaah shalat shubuh; sebagaian jamaah berlarian dari segala penjuru untuk menyerang Ibnu Muljam.
Sejumlah orang melaporkan bahwa Muhammad bin Chunaif berkata: “Demi Allah, di malam ‘Ali bin Abi Thalib dipedang; saat itu saya shalat bersama lelaki-lelaki kota tersebut di dalam Masjid Agung tersebut, yaitu di dekat pintu-keluar rumah ‘Ali menuju Masjid. Di antara mereka ada yang sedang berdiri, ada yang sedang rukuk, ada yang sedang sujud. Mereka tak bosan-bosan melakukan shalat sejak awal hingga akhir malam. Tiba-tiba ‘Ali ? keluar pintu untuk mengimami shalat shubuh sambil menyerukan, “Shalat shalat.” Saya sendiri tidak tahu apakah lebih dulu ia mengucapkan kalimat tersebut ataukah duluan kulihat pedang-pedang mengkilap. Saya mendengar, (Tiada hukum kecuali kekuasaan Allah, bukan hakmu ya ‘Ali, dan bukan hak shahabat-shahabatmu).” Lalu kulihat pedang berkelebat. Lalu kulihat masya berdatangan. Saya mendengar ‘Ali ? perintah, “Jangan sampai lelaki itu lepas!.” Sejenak kemudian masya dari segala penjuru berlari cepat mengejarnya. Saya berada di dalam lokasi tersebut hingga Ibnu Muljam tertangkap dan dimasukkan ke rumah ‘Ali bin Abi Thalib ?.
Saya memasuki rumah ‘Ali ? mengikuti orang-orang. Tiba-tiba saya mendengar ‘Ali bin Abi Thalib ? berkata, (Jiwa dibalas dengan jiwa. Jika saya mati maka bunuhlah dia sebagaimana memedangku)!. Namun jika saya masih hidup, maka telah punya pandangan sebaiknya dia diapakan?.” Di saat Ibnu Muljam dibawa masuk ke rumah ‘Ali; ‘Ali bertanya, “Ya musuh Allah, bukankah saya telah berbuat baik padamu?, bukankah saya telah memperlakukan kamu dengan baik?.” Ia menjawab, “Betul.” ‘Ali bertanya, “Lalu apa yang mendorongmu melakukan ini?.” Saya telah mengasah pedangku selama empat puluh shubuh lalu berdoa agar Allah membunuh sejelek-jelek makhluq-Nya dengan pedang ini.” ‘Ali berkata, “Saya yakin kamu akan mati terbunuh dengan pedang ini, dan kamu termasuk makhluq Allah paling jelek.” Konon dua tangan Ibnu Muljam diikat erat hingga belikat di depan Chasan.
Tiba-tiba putri ‘Ali bernama Ummu Kultsum menangis, “Hai musuh Allah, ayahku tidak apa-apa; sementara kamu akan dihinakan oleh Allah.” Ibnu Muljam menjawab, “Kenapa kau menangis?. Demi Allah pedang itu kubeli seharga seribu (dinar), dan telah kuberi seribu racun. Kalau pukulan pedangku ini melukai seluruh penduduk kota ini pasti mereka tidak mampu bertahan hidup satu jam pun.
Namun ayahmu masih juga hidup hingga saat ini.” ‘Ali berkata pada Chasan, “Jika aku bertahan hidup, aku telah mempunyai perhitungan. Namun jika aku mati karena pukulan pedang ini, maka pukullah dengan pedang sekali saja, jangan kau siksa. Sebab sungguh aku pernah mendengar Rasulallah ? melarang menyiksa meskipun pada anjing buas.” Sebuah riwayat menjelaskan bahwa Jundub bin ‘Abdillah memasuki rumah ‘Ali untuk memohon, “Jika kami kehilangan tuan, maka kami akan berbai’at pada Chasan.” ‘Ali bin Abi Thalib ? menjawab, “Yang ini saya tidak perintah dan tidak melarang, kalian yang lebih tahu.”
Ketika ‘Ali bin Abi Thalib ? telah wafat; Chasan ? perintah agar Ibnu Muljam dibawa masuk ke rumahnya. Ibnu Muljam berkata ketika telah masuk ke rumah Chasan, “Bolehkah saya minta sesuatu?, demi Allah sejak dulu jika saya bersumpah pada Allah pasti saya laksanakan. Saya pernah bersumpah pada Allah akan membunuh ‘Ali dan Mu’awiyyah, atau saya mati saat menyerang mereka berdua. Jika kau setuju lepaskanlah saya agar membunuh dia. Saya bersumpah pada Allah jika saya gagal membunuhnya, saya akan menyerahkan tanganku pada tanganmu.”
Sepertinya Ibnu Muljam yakin sepenuhnya bahwa Chasan sangat benci Mu’awiyyah bin Abi Sufyan, sehingga ia menawarkan jasa membunuh Mu’awiyyah agar Chasan mau melepaskannya.
Chasan ? menjawab, “Demi Allah tidak bisa, atau kamu akan menyaksikan neraka.” Chasan ? perintah agar Ibnu Muljam diajukan untuk dibabat kepalanya dengan pedang. Selanjutnya mayat tersebut dimasukkan dalam bawari (tempat). Tak lama kemudian masya membakarnya dengan api.
Sebelum itu ‘Ali bin Abi Thalib ? telah berpesan, “Ya keluarga besar ‘Abdul-Muthalib, jangan sampai terjadi suatu saat nanti saya menjumpai kalian berkecimpung dalam darahnya Muslimiin hanya karena beralasan ‘ini kami lakukan karena Amirul-Mu’miniin dibunuh, ini kami lakukan karena Amirul-Mu’miniin dibunuh. Ingat, tidak boleh ada yang dibunuh kecuali orang yang telah membabatkan pedangnya padaku!.”
Luar biasa, di saat kemarahan ‘Ali bin Abi Thalib di puncak, ia masih bisa berbicara dengan arif dan bijaksana. Sebetulnya wasiat terakhir sebelum wafatnya panjang dan indah luar biasa. Pantaslah jika Rasulullah ? pernah bersabda, “(Ia cinta Allah dan Rasul-Nya; Allah dan Rasul-Nya cinta dia).”