Penggalan kisah ini sebenarnya hanya sebagian saja dari kemuliaan akhlak Rabi’ah al-Adawiyah, seorang sufi legendaris.
Suatu ketika, Rabiah al-Adawiyah makan bersama dengan keluarganya.
Sebelum menyantap hidangan makanan yang tersedia, Rabi’ah memandang
ayahnya seraya berkata, “Ayah,° °∙·°yang haram selamanya tak akan menjadi
halal°·∙. Apalagi karena ayah merasa berkewajiban memberi nafkah kepada
kami.” Ayah dan ibunya terperanjat mendengar kata-kata Rabi’ah. Makanan
yang sudah di mulut akhirnya tak jadi dimakan. Ia pandang Rabi’ah
dengan pancaran sinar mata yang lembut, penuh kasih. Sambil tersenyum,
si ayah lalu berkata, “Rabi’ah, bagaimana pendapatmu, jika tidak ada
lagi yang bisa kita peroleh kecuali barang yang haram?” Rabi’ah
menjawab: “Biar saja kita menahan lapar di dunia, ini lebih baik
daripada kita menahannya kelak di akhirat dalam api neraka.” Ayahnya
tentu saja sangat heran mendengar jawaban Rabi’ah, karena jawaban
seperti itu hanya didengarnya di majelis-majelis yang dihadiri oleh
para sufi atau orang-orang saleh. Tidak terpikir oleh ayahnya, bahwa
Rabi’ah yang masih muda itu telah memperlihatkan kematangan pikiran dan
memiliki akhlak yang tinggi (Abdul Mu’in Qandil).
No comments:
Post a Comment